Suara lentingan tahun mulai menderu. Yah, suara ini sudah terngiang di telinga saya beberapa minggu jauh sebelum hari ini. Di tempat saya tinggal, di Papua, tepatnya di Timika, keramaian ini sudah mulai dijumpai pada bulan November. Di bulan itu banyak penjual yang menawarkan barang-barang peramai pergantian tahun. Di sini, tempat yang baru saya tinggali untuk waktu seminggu, baru saja terngiang jelas di saat hari ini akan usai. Bunyinya semakin jelas. Seperti sahutan orang yang saling berteriak bahwa kami ada, kami menantikan tahun yang baru, karena bunyinya bergaung dari berbagai penjuru.
Saya sendiri, justru merasakan sesuatu yang berbeda di akhir tahun ini. Entah apa yang harus saya katakan. Tapi semua serba berbeda. Sebenarnya yang membuat saya sedih dan merasa rapuh adalah tak bisa beribadah. Maklum saja, ini menjadi bagian yang sudah mendarah daging bagi saya. Sebelum berangkat menuju tempat ini, saya telah kehilangan waktu beribadah untuk dua kali hari Minggu, sedihnya jangan ditanyakan lagi, tak terbilang rasanya. Justru yang membuat saya semakin terpukul adalah mendapati diri saya berada ditengah perjalanan saat ibadah malam Natal hingga Natal hadir.
Saya memutuskan beribadah di hari ke dua Natal. Biasanya ditempat saya tinggal di Papua, hari kedua Natal tetap selalu ada Misa (Ibadah bagi umat Katolik). Namun ternyata tidak demikian di tempat ini. Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota. Namun, setiba dikota kami tak menjumpai adanya ibadah di Paroki. Akhirnya, kami memutuskan untuk melihat Gereja dan lingkungannya. Gereja ini merupakan tempat yang luar biasa menakjubkan. Semuanya ada keunikan dari adat Toraja. Indah sekali, sungguh sangat luar biasa. Seusai mengambil beberapa foto sambil menikmati suasana Gereja dan ornamen serta dekorasinya, kami kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan sambil mencari beberapa kebutuhan yang harus dibawa pulang ke kampung. Satu hal yang membuat saya sedikit kaget adalah, bahwa Kota Makale yang saya kunjungi tak ramai dan tak nampak suasana Natal. Pernak-pernik Natal terlihat tidak begitu menonjol dan suara-suara nyanyian lagu pun tak saya jumpai. Beda sekali dengan Papua. Tapi, saya sendiri tidak tahu, apakah disana sekarang sedang ramai atau tidak, hahahha (sambil mengernyitkan dahi)....
Hal yang sama tentang kerinduan ibadah kemudian terjadi lagi. Tepatnya hari Minggu, tanggal 30 Desember 2018. Awalnya rasa bahagia cukup tinggi ketika mendapati Gereja setelah melakukan perjalanan sekitar 20 menit (medan jalan cukup menantang, apalagi jika menggunakan kendaraan). Namun, saya harus kembali bersedih karena tak ada ibadah di tempat ini, semuanya terpusat di kota. Saya sedih dan menangis, karena kerinduan ini tidak terobati. Tapi, tak lama kemudian saya meyakinkan diri untuk tidak melihatnya sebagai suatu kegagalan, ditambah lagi seseorang yang menemani saya menguatkan saya untuk tidak melihatnya sebagai suatu musibah. Kami kemudian pulang kembali ke tempat tinggal kami. Sepanjang perjalanan tempat itu menyejukkan hati saya. Beberapa tempat kemudian menjadi spot pengambilan foto. Hal ini dapat membuat saya bahagia dan mensyukuri nikmat dan kebaikan Tuhan melalui pemandangan yang langka, yang berbeda dan sebelumnya tak pernah saya alami. Saya kemudian merefleksikannya dalam kehidupan dan keadaan saya. Bahwa, Tuhan masih mencintai dan menyayangi saya. Ia membuat saya melihat keagungan ciptaanNya. Saya pikir ini sangat luar biasa. Di saat saya sedang bersedih dan kecewa karena tidak beribadah, Tuhan masih memiliki cara yang unik untuk menghibur dan membuat saya bahagia. Dalam pikiran saya, saya berkata, "ini artinya, Tuhan mengajarkan saya untuk tetap bersyukur".
Kali ini saya kembali lagi dilanda kesedihan dan kekecewaan tepat saat dimana saya menuliskan ini. Karena saya masih tetap tidak bisa beribadah di akhir tahun begitupun dengan awal tahun. Saya tetap tidak bisa mendapatkan akses untuk pergi beribadah ke Gereja. Sungguh sesuatu yang baru. Saya tidak tahu harus mengatakan apa, tapi keramaian dan lentingan yang saya dengar tetap menggebu di telinga, pikiran dan jiwa saya. Tak ada hentinya. Terus meramaikan pikiran dan jiwa ini. Hahahahaha, semuanya jadi satu. Tapi, saya bersyukur mendapati diri saya berada di daerah terpencil seperti ini. Saya merefleksikannya sebagai bentuk dari cinta kasih Tuhan, agar saya bisa melakukan meditasi dan merefleksikan diri saya dalam keheningan yang jauh dari keramaian Kota, jauh dari keramaian keluarga, sahabat, teman dan orang-orang yang mencintai atau mengenal saya.
Satu hal dari pengalaman kerindupan beribadah bahwa apapun yang saya cari sebenarnya tak pernah jauh dari diri saya sendiri. Karena jawabannya adalah dalam hati dan pikiran saya. Bahwa Tuhan memiliki peranan yang penting dalam hidup ini. Tinggal bagaimana diri kita, mau membuka diri dan menerimaNya, ataukah kita acuh tak acuh. Saya sendiri menyadari itu, bahwa sejauh apapun saya melangkah Ia tetap ada di dalam diri saya, saya sendiri yang justru harus menyadari kehadiranNya.
Selamat Menutup Tahun dengan refleksi hidup anda dan Selamat Memasuki Tahun Baru dengan penuh Harapan dan Keyakinan. Tuhan memberkati.
Salam,