Wednesday, March 02, 2016

“TEPATI JANJI - BERAKHIR BAHAGIA”



Hari itu tubuhku tak terlalu bersahabat untuk beraktifitas, aku terbaring saja di kamar. Berdiripun terasa hampir jatuh dan rubuh. Aku tak berdaya untuk melakukan aktifitas, karena rasa mual yang mendera disertai dengan pusing karena kekurangan darah.
Siang harinya, aku kemudian meminta ijin kepada ayah agar meminta adik mengantarkanku kepada tempat pijat refleksi, setidaknya membuat tubuhku lebih segar dan nyaman, maklum saja, selain sakit yang kuceritakan diatas, aku sendiri adalah pasien scoliosi. Pasien yang memiliki kelainan tulang belakang, sehingga harus sering dipijat untuk mengurangi rasa sakit dari punggung, belakang dan tubuh yang sering didera nyeri berkepanjangan.
Usai dari tempat terapi, aku kemudian teringat pada salah satu anak dampinganku yang berulang tahun di hari ini. Kebetulan tubuhku mulai bersahabat dan mulai bersemangat beraktifitas, aku tiba-tiba memiliki kerinduan untuk membayar hutang atas janji yang kutorehkan oleh salah satu anak dampinganku yaitu “Fitri”. Aku berjanji jika lebaran tahun lalu akan singgah ke rumahnya dan menunjukkan video kepada ayah dan ibunya, bahwa ia sangat merindukan mereka. Namun, janji itu masih tetap menjadi janji, hingga kuputuskan untuk merayu ayahku, agar mengijinkan aku bersama ia dan adikku pergi kunjungan ulang tahun ke rumah Fitri. Usai menjelaskan segalanya, ternyata ayah bersedia melakukan kunjungan tersebut bersama aku dan adikku. Kaminpun bergegas menuju mobil dan melakukan perjalanan, namun karena kebetulan hari ini ia tepat berulangtahun, kami memutuskan singgah ke toko roti dan kue untuk membeli sebuah kue mini dan menuliskan “Happi Birth Day Fitri” mungkin sederhana, tetapi kami harap ini menjadi kejutan ulang tahun yang membahagiakan baginya.
Setiba dikompleks rumah, kami hampir memasuki rumah yang salah, namun akhirnya kami menemukan rumah yang sebenarnya untuk dikunjungi. Tiba di rumah, ternyata ibunya sedang melakukan kunjungan ke rumah kakaknya fitri. Akhirnya kami pun sedikit menunggu dan meminta untuk memanggilkan sang bapak. Tak lama kemudian bapak nya keluar dari dalam dan menyalami kami. Namun, ternyata bapaknya sangat terkejut akan kehadiran kami, saya pun kemudian memperkenalkan diri dan akhirnya suasana menjadi lebih bersahabat hingga kami ditawarkan minuman dingin, setelah itu melanjutkan perbincangan kami, bapaknya bercerita tentang fitri dan menanyakan kami semua, mungkin masih asing bagi ingatannya siapa sebenarnya kami, yang kemudian meluangkan waktu mengunjungi anaknya dan memberikan ucapan ulang tahun. Tak lama bercerita, kamipun ditawari makan malam, kebetulan ortunya pemilik warung makan ternama yang dikenal diseluruh kota kami, karena rasanya yang lezat dan dahsyat nikmatnya. Melanjutkan perbincangan kami, sang ayah cukup tersanjung dan terharu akan kehadiran kami, bagaimana tidak tetesan air mata sedikit demi sedikit coba ia hapuskan dari pandangan kami. Mungkin sedikit menyesal, karena katanya ia sempat tak menyadari bahwa ini tanggal 1 Maret, tanggal tepat anaknya berulang tahun. Ia bercerita, bahwa semalam anaknya menelpon, dan ingin sekali berbicara dengan ibunya, namun sang ibu telah istirahat dan terlelap tidur, jadi bapaknya tak berani menggangu kenyamanan ibunya. Bapaknya juga menyesal bahwa tak menyadari jika kemarin tanggal 29 Februari. Saya sendiri merasa tak heran jika ayah dan ibunya tak menyadari hal itu, karena mereka bekerja begitu tekun, hingga saat dimana kami datang berkunjung, ayahnya masih asyik bekerja di dapur, dan ibunya sedang berkunjung kepada kakaknya untuk berencana membantu sang kakak yang akan membuka warung di kota. Sungguh keluarga pekerja, keluarga yang luar biasa.
Kami pun menyempatkan moment foto bersama, dari pada membuat sang ayah larut dalam kesedihannya, merasa sangat bahagia dapat memberikan bukti cinta dan kasih sayang kami kepadanya dengan perhatian ini. Semoga usia yang bertambah ini, membuat ia semakin bijak dalam menapaki hidup, menjadikan pribadi diri yang lebih dewasa dan kuat dalam tangan Tuhan. Amin. Satu pesan dari sang ayah “Saya hanya ingin anak saya menyelesaikan studi pada gelar sarjana dan kemudian dapat bekerja – setidaknya dapat menunjukkan hasil bagi kami orang tua, bukan untuk meminta balasan budi ataupun harta, hanya untuk kebahagiaan kami semata, dengan melihatnya menyelesaikan studi dan mendapatkan pekerjaan itu telah membayarkan semua kerjakeras kami untuk kesuksesannya, hingga ketika ia berumah tangga ia memiliki pegangan untuk masa depan, dan tidak berharap banyak dari suaminya“. Harapan yang sederhana tapi memiliki makna dan doa yang mendalam.
Semoga semua anak-anak dapat memahami bagaimana perjuangan dan kerja keras dari kedua orang tua mereka. Dan bagi mereka yang berjuang sendiri tanpa orang tua, tetaplah meraih kesuksesan, agar anak-anak kalian nantinya dapat memiliki kebahagiaan cemerlang.
Usai dari pertemuan kami, kami mengabadikan mement dengan foto bersama. Semoga sang bapak tetap bangga pada anaknya dan merasa terhibur dengan keberadaan kami.
Usai pertemuan itu kamipun bergegas pulang kembali ke rumah. Cerita di hari ini membuatku sangat terharu, tadinya niatku hanya untuk menepati janji, namun ternyata aku mendapatkan pelajaran yang sangat berarti untuk kehidupan ini. Semuanya hanya berawal dari ketulusan hati, maka Tuhan akan memberikan hadiah yang tak pernah kita pikirkan.

Salam,

Tuesday, March 01, 2016

“Dari Lenso ke Tisu”


Sore itu, tampak hujan lebat sedang mengguyur kotaku. Hujannya sangat lebat, hingga ketika kami berjalan menggunakan mobil, kabut hampir menutupi jalan yang kami lalui. Cuaca tersebut didukung dengan hari yang telah petang, bercerita dalam mobil hampir tak bisa kami lakukan, karena desiran hujan lebih mengelegar menutupi perbincangan kami
Aku tak sendiri, petang itu aku bersama ayah dan adik ku sedang melakukan perjalanan yang buat kami sangat mengharukan. Namun aku tak ingin berbagi tentang kisah itu, tidak untuk saat ini. Aku memilih bercerita kepada kalian melalui kisah yang ditorehkan oleh ayah ku. Kebisingan dari suara hujan mulai menghilang kala aku meminta tisu dari ayah. Ayah tolong ambilkan aku tisu dua lembar- pintaku kepada ayah, karena ayah yang duduk di tempat di mana tisu berada. Ia bertanya padaku untuk apa tisu ini kamu gunakan, mengapa rakus sekali kamu menggunakannya?-imbuh nya padaku. Aku pun menjawab “ini bukan untuk kumakan ayah, tisu ini kugunakan untuk membuang hingus yang keluar dari hidungku”. Ayah dan adik ku pun tertawa mendengar jawabanku, yang menanggapi kelakar dari ayahku. Ketika adikku terdiam ayah justru melanjutkan tertawanya hingga membuat kami kepo. Apa yang membuat ayah tertawa? –tanya adikku dengan nada penasaran. Aku pun menyambutnya, apa yang membuat ayah dapat tertawa selucu itu?, sambungku meneruskan pertanyaan dari adikku. Ayah kemudian menjawab pertanyaan dari kami melalui ceritanya:
Dulu saat ayah bertugas di Abepura (salah satu tempat di Papua - Jayapura) ada kejadian lucu yang tak bisa ia lupakan hingga saat ini. Kejadian itu tepatnya sekitar tahun 1970-an, dikala ia sedang menderita flu berat- ia menuju halaman asrama tempatnya bekerja sebagai bapak asrama di tempat itu, ia berjalan dan memandangi aktifitas dari anak-anak sekolah yang duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama), mereka sedang bermain di lapangan. Tak lama kemudian, ia bersin-bersin dan tak kunjung henti, ia pun memasukkan tangan kanannya ke saku celananya dan kemudian mengeluarkan selembar kain kecil yang disebutnya lenso (sapu tangan), setelah itu mengeluarkan hingus ataupun lendir dari hidungnya. Dan apa yang terjadi saat itu, anak-anak yang tengah bermain sontak berhenti dan tertawa sambil menunjuk ke arah ayah dan melontarkan kata-kata: “lihat, dia menyimpan hingusnya di kain itu”. Ayah saya pun kaget dan bingung, apa yang salah? –imbuhnya dalam hati. Karena rasa penasaran yang besar dan merasa sedikit terganggu, ia pun bertanya kepada salah satu dari anak-anak tersebut, hei apa yang kalian tertawakan –kata ayah kepada mereka. Kami menertawakan bapak, karena bapak menyimpan ingus di kain. Kenapa bapak tidak membuangnya saja? –kata anak itu kepada ayah. Ayah pun tertawa dan menyadari bahwa ternyata saat itu belum ada kebiasaan dan tradisi yang ia lakukan. Dan bahwa anak-anak itu menertawakan kejadian tersebut karena hal itu adalah hal baru bagi mereka dan sangat aneh untuk mereka. Saya dan adikpun kemudian ikut tertawa atas cerita tersebut
Jika, ditahun 1970-an sapu tangan dikatakan sebagai penyimpan hingus, lalu apa kisah lain yang ternyata tak lazim bagi mereka di tahun itu? –tanyaku dalam benak.
Salam,
Chichi Betaubun

Pujaan Hati Yang Kunanati

Aku tentu menangis, dikala kerinduanku memucak dan tak terkendalikan, namun engkau masih tak bisa memelukku, begitupun aku sebaliknya. Hingga saat dimana setiap orang bergandengan tangan berjalan bersama pasangan mereka, aku tetap memendam rasa ini. Setidaknya hingga pesan dari mu mengobati kerinduanku dan rasa iri terhadap pasangan lain yang membuatku semakin merindukanmu. Dan hal itu terobati dikala cintamu berbisik pada telingaku walaupun hanya via hp. 

Aku masih berada disini, ditempat yang engkau tinggalkan, di tempat aku memperjuangkan hidupku untuk mempertahanakan kelanjutan hidupku. Namun, bukan berarti aku melupakanmu, aku masih tetap wanita yang sama yang selalu menggebu-gebu dikala membaca pesan darimu, selalu tersenyum bahagia dikala mengingat kenangan bodoh yang kita lalui bersama, aku masih wanita yang sama yang selalu tergila-gila padamu sekalipun engkau mengatakan engkau tak layak lagi untuk dicintai wanita sepertiku.

Terimakasih karena telah mau berjuang bersamaku, berjuang untuk tetap mencintai dan menyayangi ku. Berjuang untuk mengobati rasa rindu lewat waktu dan jarak yang ada. Terimakasih karena selalu menjadi pendengar setia dalam kehidupanku. Terimakasih karena selalu memberikan warna yang berbeda, yang selalu membuatku sadar akan setiap kesalahan yang kuperbuat. Terimakasih karena hadirmu membuatku menyadari bahwa aku wanita egois yang harus selalu belajar untuk mengontrol diriku.

Lihatlah hatiku saat ini, bagaimana aku mencoba menuangkan semua rasa dijiwaku karena luapan kebahagiaan atas pesan yang kau kirimkan, atas perhatian dari waktu sibukmu yang kau coba sisipkan untuk bercanda gurau denganku walaupun hanya beberapa menit. Aku mungkin wanita yang memang tak pernah puas dalam segala hal, apalagi itu menyangkut dirimu, aku tak puas dengan waktu yang hanya sedikit bersama via hp. Tapi aku wanita yang selalu ingin belajar dan meminta kepuasan dari Tuhan. Dengan adanya dirimu bersamaku meluangkan waktumu untuk bercerita denganmu disela-sela kesibukan dari perjuangan hidupmu sajam telah membuat aku happy. Dan disitu letak berartinya dirimu. Terimakasih, karena dengan adanya jarak dan waktu yang memisahkan kita, secara tidak langsung telah membentuk aku menjadi wanita yang lebih berkualitas. Yang mau bersabar dan mau mendengar apa nasihat Tuhan, bukan mendengarkan keegoisan dan rasa menangku. Dengan begitu aku semakin merasa terpuaskan dan bahagia.

Terimakasih Tuhanm telah memberikan lelaki spesial yang sungguh tak ternilai untukku. DIa adlah hadiah terindah yang Engkau berikan pada hidupku. Hadiah yang sungguh tak bisa digantikan dengan apapun. Terimakasih telah mempertumukanku dengan sosok istimewa dalam hidup ku ini.

Salam sayang ku Tuhan,
Untuk Pujaan Hati yang Kunanti

Nilai Seseorang!

Apa itu nilai seseorang? Sulit mengatakan bahwa seesorang itu penting, namun juga sulit mengatakan bahwa mereka juga tidak penting. Seberap...