Tuesday, September 05, 2017

Merantau Dari Rasa Sakit

Pagi-pagi benar, kicauan burung telah berdendang ria. Kawanan embun terpecah oleh tarian mereka.

Ada sosok yang tak biasanya aku lihat di pagi itu. Baju lesuh dengan gerobak ditangan membawa
makanan jualan, 'nasi, nasi, nasi kuning' sahutnya dari seberang jalan.

Mba Jumiati, wanita yang baru saja mencoba mengais rejeki dipagi itu. Biasanya aku tak pernah melihat atau mendengarnya bersahut-sahutan. Maka, kuhampiri dia dan bercerita sambil melihat-lihat barang jualan miliknya. Berapa harganya mba? -tanyaku padanya. Dua belas ribu dek -sahut mba Jumiati. Akupun kemudian kembali bertanya, mba baru pertama ya jualan di sini? Ya ampun dek, mba sudah sering, justru mba mau nanya, si adek baru toh tinggal di sini? Tidak mba (sahut ku), aku justru sudah hampir dua tahun tinggal disini. Walah si ade, mba sering jualan disini, tapi justru mba malah gak pernah liat adek. Pembicaraan kami berlanjut hingga seolah tak ada jarak diantara kami. 

Mba Jumiati bercerita, bahwa kehadirannya dikota ini adalah sebagai bentuk pelarian diri 'Merantau Dari Rasa Sakit'. Kisah hidupnya sungguh tragis, ia ditinggal oleh suaminya karena selingkuh, namun beberapa kali suaminya selalu mencoba kembali padanya hanya untuk mengambil harta benda dan melukai mba Jumi. Hal ini membuat mba Jumiati terluka dan trauma, hingga ia mengumpulkan kekuatan untuk mengikuti tetangganya yang hendak ke Timika. Awalnya ia tidak tahu di mana itu Timika, ia hanya mengenal ke Irian atau Papua. Ternyata Papua adalah tempat yang sangat besar. Dalam penuturannya, teman-temannya mengikuti gerombolan PSK (Pekerja Seks Komersial) yang akhirnya bermuara di KM-10 (tempat lokalisasi wanita PSK di Timika). Namun mereka awalnya tidak tahu jika harus menjadi wanita panggilan, mereka hanya ditawari bekerja di rumah makan seperti kafe. Tetangga yang membawa mereka adalah orang yang sangat dipercaya karena posisi kerjanya sebagai salah satu kesatuan keamanan di Timika. Untungnya mba Jumiati hanya mengikuti tim mereka dan tidak tergabung menjadi kelompok itu. Namun setiba disini langsung memisahkan diri. Dan hingga saat ini semuanya masih berjalan lancar-lancar saja. Yah karena Gusti Allah meridohi dirinya. Dia pun tak pernah putus shallat dan bertawakal. Semua ritual keagamaan selalu ia laksanakan. Hidup jauh dari keluarga awalnya sangat menyakitkan, karena seperti berjuang sendiri. Tapi lama-kelamaan ternyata betah juga. Sudah lima tahun lamanya berjuang disini, akhirnya dapat menikmati semua dengan baik-baik. Tanpa ketakutan dan rasa trauma yang sebelumnya ia alami. Ia justru menyesalkan yang dialami oleh teman-temannya di KM-10. Karena terperangkap dengan situasi yang ada. Mereka justru tidak bisa kabur. Yang jelas sangat mustahil untuk keluar dari tempat itu. Selain ada orang yang bisa membayar dan menjamin mereka.

Saya kemudian bertanya lagi, apakah si mba tidak berencana berumah tangga kembali? Dia katakan, bahwa keinginan itu pasti ada, tapi tidak mau ia paksakan. Untuk saat ini ia mau menjalani semuanya dengan tenang saja, tanpa harus terikat, jika suatu hari nanti dipertemuka dengan seorang lelaki dia harap lelaki itu adalah yang terbaik dan tidak seperti masa lalunya. Semua ia serahkan pada Allah.

Pertanyaan saya terakhir adalah, apakah mba benci sama mantan suami? Jawabnya sungguh luar biasa. Namanya manusia mba, saya dulu benci sekali sama dia. Tapi semenjak saya menjalani hidup disini dan sering pasrah sama Gusti Allah, saya kok jadi kasihan mba sama dia. Karena hidupnya itu kan salah jalan yah. Itu tidak sesuai dengan kehendak Gusti Allah, bayangkan saja, kalau dia harus mati tiba-tiba, banyak sekali penyiksaan yang harus dia terima, yah perlakuannya ke saya, ke orang tuanya, ke siapapun orang yang ia sakiti. Makanya saya juga tidak mau dendam, saya yah sudah memaafkan. Sangat tulus memaafkan dia. Tapi bukan berarti saya harus kembali sama dia. Yah masing-masing tanggungjawab lah pada diri sendiri. Saya toh masih muda mba, kalau nanti Gusti Allah berkehendak berumahtangga lagi, saya ingin memperbaiki semua yang belum saya lakukan untuk keluarga nantinya. Amin -sahut kami berdua.

Menutup pembicaraan ini, saya sangat merasa bahagia sekali. Karena dipagi yang tidak begitu cerah, dengan remangan kabut yang bertaburan dilangit, saya memperoleh pelajaran berharga dari sosok berbeda. Dia wanita yang luar biasa yang saya temui. Sayang sekali, saya tidak sempat berfoto dengannya, semoga lain waktu saya bisa bertemu lagi dengannya dan mengabadikan kebersamaan kami.

Ada banyak hal yang dapat kita peroleh dari kisah ini, saya tidak akan mendikte anda yang membaca untuk menarik kesimpulan berdasarkan analisa saya. Tapi saya harap anda semua bisa mendapatkan makna positif dari kisah mba Jumiati, 'Merantau dari rasa sakit'.

Salam,

Monday, September 04, 2017

"Perjuangan Hidupku Belum Berakhir - Part II"

Pada tanggal 20 Oktober 2013 aku menulis kisah ini untuk pertamakalinya, saat itu semuanya terlihat

telah berakhir. Beberapakali sempat mendapatkan kontak dengan Mala, namun akhirnya putus sama sekali. Hingga pada awal Januari 2017 tepatnya tanggal 24, kedahsyatan dunia maya membuatku dan Mala kembali bersua.

Singkat cerita kami kembali menjalin hubungan yang erat. Dan ia pun kembali menorehkan kisah hidupnya, yang tak pernah kusangka sepahit itu. Namun, secara pribadi, ia kemudian menceritakan semuanya dengan lapang dada dan ingin menjadikan kisahnya ini sebagai kesaksian hidupnya. Berikut kisahnya:

Aku (Mala) kembali ke Jakarta dengan harapan yang bahagia, yaitu untuk dapat kembali bahagia bersama mama dan papa tiriku. Namun, seketika semuanya pupus dalam hitungan hari. Baru saja 3hari bersama mereka, mama bercerita bahwa, papa tiri keberatan dengan keberadaan aku bersama mereka (saat itu aku pahami saja, aku hanya berpikir bahwa dia (papa tiriku) tidak berkenan, karena aku merupakan bagian yang akan mengingatkannya tentang masa lalu mama). Setelah itu, aku melanjutkan perjalanan ke salah satu tempat di Jakarta, tempat tinggal nenek dan kakek. Tinggal bersama nenek-kakek hanya bertahan 3 bulan. Maklum saja, mereka hanya pensiunan. Aku ingin sekali bertahan bersama mereka, namun jika setiap hari harus mendengarkan keluhan, aku sendiri tidak bisa bertahan dengan kondisi itu. Apalagi aku tak memiliki keahlian apapun. Secara batin aku terus tersiksa, karena tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi seperti itu. Aku saat itu malah tak bisa melanjutkan pendidikanku, jadi secara pendidikan, aku hanyalah anak dengan ijazah SMP. Apa yang dapat diharapkan dari keadaan ku ini... 

- Keluar Dari Mulut Singa Masuk Ke Lubang Buaya, Ini cocok dengan kisahku saat ini. Dalam kondisi yang terpuruk seperti itu, aku dihubungi oleh temanku (Roy). Tanpa berpikir panjang, aku kemudian menyusul ke tempat tinggalnya. Saat itu yang terlintas dibenakku hanyalah mendapatkan tempat tinggal yang nyaman dan dapat bertahan hidup, dan terlebih penting tidak menyusahkan keluarga mama. Aku kemudian menemui Roy, awalnya tak berpikir panjang bahwa hubungan kami baik-baik saja. Roy adalah teman yang memberikan ku tumpangan, saat aku berada di Timika. Namanya saja tinggal bersama, akhirnya tanpa ada pembicaraan apapun tentang hubungan kami, aku kemudian hidup bersamanya layaknya suami-istri. Yang paling miris adalah keberadaan ku disembunyikan. Dan setelah tiga bulan bersama dia di kamar kos. Aku akhirnya dinyatakan hamil. Ternyata ketenanganku hanya sesaat saja, hidupku rasanya runtuh, saat tau bahwa aku hamil. Aku kemudian pergi kembali ke mama dan memberitahukan keadaanku ini. Tapi reaksi yang diberikan mama justru mengejutkanku. Mama menyatakan agar anakku digugurkan saja dan agar Roy memberi tahu orang tuanya untuk menyiapkan uang sebesar 10 juta, uang itu nantinya untuk biya aborsi. Karena Perdebatan diantara mama dan Roy tidak kunjung reda, akhirnya kuputuskan untuk bilang ke mama bahwa anakku sudah gugur. Yah, aku terpaksa berbohong, soalnya mama memaksakan agar melaporkan kasus ini ke Polisi. Pikirku, jika ini sampai ke Polisi, pasti mama akan dimarah, karena tidak bisa menjaga aku baik-baik, setelah hamil baru mau ribut-ribut. Tidak mudah buat mama percaya, walau akhirnya percaya. Aku kemudian kembali ke kos-kosan Roy.

-Masa Suram Menjemput Kematian ku,
Kembali ke Roy, tidak membuat aku lepas dari penderitaan. Justru dari semua kepahitan hidup yang aku alami, kali ini sungguh sangat perih dan lebih menyakitkan. Ini adalah masa suram yang secara tak langsung hampir menjemput kematianku. Setiap hari bagiku seperti dineraka, Roy memaksaku meminum obat-obatan yang tak jelas, bukan itu saja ia kemudian menjejali tubuhku dengan kekerasan, bahkan menginjak-injak perutku. Merasakan hampir dibunuh juga sudah pernah. Kekerasan fisik dan psikis satu paket aku alami saat bersama Roy dengan kondisi hamil, tapi anakku memang kuat, ia mampu bertahan dalam perutku dan tidak gugur.

-Titik Terendah 
Setiap hari mengalami perlakuan ini, sungguh sangat menyakitkan. Terus-menerus, tak ada hentinya. Ini nilai yang harus kubayar entah untuk apa. Tangisanku tak mempan membuatku tenang. Ketenanganku datang hanya dikala aku terlelap dari tidur, bahkan aku sempat bingung apakah ia aku benar-benar tidur?. Saat itu aku sungguh berada dititik terendah kejiwaan hidupku. Aku berjanji dan bersumpah pada diriku sendiri, Aku bilang pada diriku dan berdoa pada Tuhan. AKu bilang, Tuhan jika perutku semakin besar dan anak ini tidak juga keluar, maka akan ku lakukan apapun untuk menghilangkannya, bahkan jika aku sendiri harus kehilangan nyawaku. Karena sungguh sangat lelah berjuang. Rasanya aku tak bisa merasakan lagi kapan mentari itu terbit dan terbenam, aku seperti tidak mengenali perbedaan dari dua sisi kehidupan yang kujalani saat itu.

-Saat Jalan Buntu Kekuatan Tuhan Menopang
Hidupku tentu adalah rancangan kebesaran Tuhan. Disaat-saat aku menjalani hidup yang letih dan putus asa, saat itu Tangan Tuhan justru menggenggamku. Entah kekuatan apa yang tiba-tiba menyapaku. Saat itu kehamilanku berusia 6 bulang. Aku seperti mendapatkan hidayah dari kehadiran Tuhan. Aku kemudian bersimpuh, menangis dan berserah pada Tuhan. Aku minta pengampunan yang sebesar-besarnya dari Tuhan. Aku keemudian bertekad dan menjalankan puasa dan pasarah pada Tuhan. Saat itu juga aku seperti hidup kembali dengan harapan baru.

-Menekuni Media Sosial Untuk Anakku
Disaat berserah pada Tuhan. Aku secara spontan mendapatkan ide untuk mencari forum adopsi di media sosial. Aku kemudian melakukannya dan akhirnya mendapatkan orang yang tepat untuk anakku. Ada sekian banyak orang yang menghubungiku, namun pada akhirnya aku jatuhkan pilihan kepada orang luar (WNA/Warga Negara Asing). Pilihanku tepat pada mereka, karena mereka bukan saja memikirkan masa depan anak ku tapi juga masa depanku.

-Proses Persalinan dan Perpisahan
Saat komunikasi berhasil dengan orang tua adopsi anakku, aku kemudian berhijrah ke tempat dimana mereka merekomendasikanku untuk dirawat dan akhirnya melahirkan. Semuanya berjalan lancar. Ketakutanku seperti yang diceritakan orang-orang pada umumnya tentang proses persalinan hingga kecacatan anakku karena tindakan aborsi, tidak menjadi kenyataan. Semua ditepis ketika suara mungil itu keluar dari bibir indahnya. Saat ia lahir, itu menandakan bahwa waktuku dengannya akan usai dan berakhir. Sedih dan sangat menyakitkan ketika harus melihat anak sendiri dilepaskan untuk orang lain.

-Hidup haru teruss berjalan dengan meraih impian dan memperbaiki yang telah berlalu
Rasa sakit itu mengajarkanku untuk bisa melepasnya pada kebahagiaan. Jika aku bersamanya ia tentu tidak akan mendapatkan yang terbaik, bahkan bisa lebih buruk dari yang ku alami. Namun melepaskannya memebrikan kelegaan, bahwa setidaknya dia berada ditangan yang tepat.
Aku kembali menata hidupku, membulatkan tekad untuk berjuang kembali dalam hidup untuk rencana-rencana yang menantiku. Puji Tuhan, setelah semua proses ini selesai, aku kemudian mengambil paket C untuk menyelesaikan tingkat SMA dan melanjutkan kuliahku. Aku sangat mengucap syukur pada Tuhan, karena orang tua adopsi anakku menepati janji mereka. Hingga detik ini, aku masih mengalami kemurahan Tuhan melalui mereka. Semua biaya hidup dan pendidikan serta kesehatanku di tanggung oleh mereka.

-Hubungan Dengan Orang Tua Adopsi
Hubunganku dengan mereka hanya sebatas uang, bisa dikatakan hanya sebatas kebutuhan hidupku. Untuk selebihnya kami tidak saling mengenal. Aku bisa memahami hal itu, karena mereka memang harus menjaga bahwa aku tidak lagi memiliki hak seutuhnya kepada anak, aku bisa mengerti karena tentu mereka takut, jika aku berniat mengambil anakku.

-Belum berakhir hingga 1 tahun
Perpisahanku dengan Roy, tidak langsung berakhir setelah aku melahirkan. Aku masih kembali tinggal bersamanya. Saat itu, aku memang bodoh sekali, selalu dihina dan diperalat sama dia. Setiap kali aku mau bangkit, dia selalu mematahkan semangatku. Kata-katanya yang buat aku tak bisa bangkit adalah tidak ada seorang pria pun didunia ini, yang mau nerima aku dengan keadaanku seperti ini. Aku hanyalah sampah yang menjijikkan. Itu sebabnya aku kembali bertahan sama dia, namun tidak lama, aku akhirnya bisa kabur ke keluarga mama. Lalu kemudian menata hidupku, selangkah demi selangkah. Hingga akhirnya aku bertekad untuk menghilangkan Roy dari hidupku. Menghapus semua kontaknya dan semua cara yang bisa buat aku dan dia berkomunikasi kemnali. Akhirnya aku bisa benar-benar lepas dari dia.

-Kembali menata langkah bersama Tuhan
Setelah lepas dari Roy semua jadi lebih berharga dan bernilai. Aku kemudian menata semua dari nol. Melanjutkan hidupku dan melakukan pelayanan. Aku bertekun dan lebih lagi bertekun dalam tangan Tuhan. Bisa dikatakan jika bukan karena Tuhan, aku pasti sudah tiada. Tuhan adalah kekuatanku, Ia selalu bisa membuataku tetap kuat dan berpengharapan untuk melihat hari-hari yang ada didepanku.

Demikian kisah dari Mala, menutup kesaksiannya, Mala memberikan ayat ini "Mazmur 27:10 - Sekalipun Ayahku dan Ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku"

Semoga kisah Mala, dapat memberikan penyegaran kepada kita, akan kehidupan yang kita alami dan lalui, dan yang paling penting jangan pernah tinggalkan Tuhan dalam kondisi apapun kita, karena Tuhan selalu ada dan akan selalu ada untuk kita, sekalipun kita melupakanNya.
 
Salam,

Nilai Seseorang!

Apa itu nilai seseorang? Sulit mengatakan bahwa seesorang itu penting, namun juga sulit mengatakan bahwa mereka juga tidak penting. Seberap...