Sunday, June 30, 2019

"Engkau"




Kau diujung sana,
Menanti manis bak buah manggis,
Harum kucium aroma parasmu,
Tak lagi terdiam wajah bermuram,

Merintih lagi engkau berkata,
Melepaskan jerat tak mampu terhindar,
Sekuat apapun langkah kaki berlari,
Tak lagi diam dalam pilu,

Lorong hitam tersamar bayangan,
Menghanyutkan diri pada nestapa,
Terkadang ragu mengubah syahdu,
Memutuskan pilihan pun menjadi boomerang!

Tuesday, June 25, 2019

Kita Bukanlah Kita

Belati hitam tertancap tajam,
Menembus jantung dan paru-paru,
Tak mampu lagi menghela nafas,
Tidak juga untuk sesaat,
Seakan menata kuburan dalam tidurku,

Isak tangis menghantarkan hari-hariku,
Terasa kelam dan tak berwarna lagi,
Lalu mengurung diri,
Enggan mencicipi warna mentari,

Kita adalah penakluk waktu,
Entah mengapa menjadi tiada lagi bermakna,
Rasa peduli mengasingkan jiwa,
Menutup mata dan juga batin,

Aku dan kamu entah memulainya sejak kapan,
Kini terbangun sudah tembok raksasa,
Entah kamu ataukah aku,
Kita hanya mentap dalam belenggu kecewa,






Tuesday, June 04, 2019

"Perenungan Diri"

Aku-Anggi
Hari kemarin telah berakhir. Aku mencoba menutupi lembaran kepedihan dalam hari yang tak bersahabat denganku. Aku melangkah saja, pikirku... Akan tiba saatnya ia berakhir. Yah,  dan itu terbukti. Tentu tak mungkin ada hari yang tak berakhir. Aku dan kamu tentu menyadari, bahwa waktu selalu terbatas. Kita akan terus melewati semua yang kita sukai atau pun tidak.



Kemarin aku meratapi kepedihan hati yang
Mrs. Santi, Mr. Irfandi dan Aku
tergores karena permainan sosok yang menggantungkan harapanku untuknya. Ataukah mungkin ini kebaperanku saja? Ah, entahlah...  Rasanya semua telah jelas. Tentang perasaanku padanya dan tentang perasaannya padaku. Tapi, aku kemudian tersadar. Aku melewati jalan yang tak biasanya.  Ada yang aneh, gumamku. Ada yang berbeda, rasaku... 
Aku, mencoba memaksakan pikiranku mengalahkan rasa yang menghantuiku. Aku sadar bahwa malam ia berkunjung,  adalah malam terkhir yang mempertontonkan ketidak berpihakkan dia pada perasaan kami. Perasaan yang telah kita pupuk bersama. Ah, ia kemudian menghilang. Seakan lenyap ditelan hempasan ombak yang meniadakan pinggiran pemukiman warga. Seketika menghilangkan harapan. Itu pula yang aku rasakan. Seharusnya aku tidak meratapi dan menangisi semua itu. Karena, aku sendiri sadar, bahwa ini telah berakhir. Tapi, entahlah selalu saja ada bisikkan yang membawa aku mempercayai imajinasi kehidupan putri dalam sebuah dongeng.  Ah,  bodoh sekli aku ini -gumamku.


Kemarin,  telah membawa aku pada hari ini. Hari dimana aku masih saja memikirkan, apa yang salah. Apa yang membuat mereka pergi dan berlalu. Bukan saja tentang dia yang terkhir saat ini,  tapi mereka yang datang hanya dalam sekejap. Apa maksud mereka menyinggahi kehidupan dalam hitungan waktu yang sesaat??? Apakah ini cara Tuhan mempertunjukkan kepadaku, bahwa itulah keanekaragaman manusia???
Lalu harus kukatakan sosok apakah mereka? Yang hanya singgah sekejap dan kemudian berlalu -aku merenung.

Mrs. Santi - Aku dan Mrs. Chichi
Tak mungkin kusalahakan mereka,  tidak juga kehidupan ini. Aku hanya masih terus berpikir. Maksud apa, Tuhan padaku dengan kisah ini.  Aku masih terlalu muda -pikirku lagi. Namun,  diluar sana tak sedikit wanita-wanita seusiaku. Yang usai menamatkan diri dari bangku pendidikan tingkat SMA/SMK memutuskan menikah. Kadang aku berpikir, bagaimana bisa mereka yakin terhadap keputusan mereka memilih pasangan hidup?  Bahkan usia kehidupan mereka dengan orang tuanya,  takkan selama usia hububgan mereka dengan pasangan hidup nantinya. Ah, sepertinya aku tak kan memilih jalan itu. Aku masih ingin menggapai mimpi ku. Mimpi dimana aku bisa mendapatkan apa yang aku cita-citakan. Aku tak ingin menorehkan mimpi itu padamu. Karena bagiku ini adalah misi rahasia. Misi yang harus kuwujudkan tanpa interfensi siapapun. Agar kelak, jika aku gagal, aku tak perlu meratapi seperti patahnya hatiku terhadap hubungan yang kubina dengan pacar php ku.
Ia aku memutuskan memanggilnya pacar PHP,  karena dia menggantungkan hubungan ini. kadang pemikiran ini yang membawaku berpikir, pada saat mana seseorang dapat yakin dengan apa yang ia pilih. Karena apa yang kualami ini,  menyatakan bahwa pilihanku terdahulu membuatku keliru.

Namun,  setelah melalui beberapa hari dalam perenungan, aku kemudian tersadar. Aku tak bisa menahan siapapun untuk tetap berada disiku. Tidak juga kedua orang tuaku. Karena hidupku berbeda dengan kehidupan orang lain. Karena apa yang aku jalani adalah apa yang seharusnya kulalui. Dan aku tak bisa memaksakan orang lain mengikuti jalanku. Tentu hasilnya akan fatal, jika aku memaksakan hal itu. Ternyata merenung adalah bagian terpenting untuk merefleksikan kehidupan. Dengan demikian aku sendiri semakin sadar tentang siapa diriku. Dan sejauh apapun langkah kaki ini,  sebaiknya aku berjalan bersama Tuhan. Sehingga kekecewaan yang aku alami dapat dengan segera terobati dan terjawab.

Aku merenung untuk kebaikan hidupku.

Salam,

"Rachel Kogoya"

Rachel dan Saya

Rachel dalah salah satu anak d Panti Asuhan Yapeda Timika. Lahir di Banti,   25 Mei 2006. Saya mengenalnya sejak ia berusia 2tahun 3bulan. Moment dimana YAPEDA membuka panti asuhan. Atas latarbelakang dirinya dan kedua kakaknya yang juga berasal dari Banti. Sesungguhnya mereka bertiga adalah adik-kakak beda orang tua. Namun Karena bertumbuh di Banti (Rumah Sakit Wa'a Banti,  Tembagapura) bersamaan sejak bayi,  akhirnya mereka menjadi satu dan lebih dekat.
Rachel - saat kunjungan Natal
Pemuda/i GKI PNIEL Timika

Rachel kecil pertama kali hadir di YAPEDA, belum dapat berjalan. Makanan yang dikonsumsi pun dari bubur sun/bubur saring. Hingga saat itu,  saya yang baru pertama kali bergabung di YAPEDA merasa terpanggil untuk merawat dia dan kedua kakaknya. Maklum saja,  YAPEDA tidak mempunyai perawat khusus. Tapi saya percaya dengan cinta kasih,  saya mampu merawat mereka. Saya kemudian ditugaskan d panti asuhan bersama dengan salah seorang ibu (dan anaknya) yang bertanggungjawab mengurusi panti. Kami bertumbuh bersama, Walau saya setiap harinya diantar jemput untuk ke panti (maklum saja,  saat itu saya juga sedang menempuh pendidikan D3 di salah satu kampus di Timika). Rachel saat itu membuat saya tertantang. Karena kondisi tubuhnya yang terbatas. Ia adalah salah satu korban aborsi yang gagal oleh orang tuanya. Ibunya selama mengndung meminum obat-obatan dan berusaha menggugurkan dia. Itu sebabnya dia mendapatkan cacat fisik. Setelah ia dilahirkan, ibunya pun menghilang,  apalagi ayahnya tak tau dimana keberadaan mereka berdua. 
Saat itu,  saya sangat berpikir keras. Bagaimana bisa anak 2 tahun belum dapat berjalan, dan makanannya adalah bubur saring. Saya dibantu oleh petugas panti berjuang untuk melatih Rachel agar bisa berjalan n begitupun dengan makanan yang dikonsumsi. Dan akhirnya semua proses yang kami perjuangkan berhasil. Rachel mampu berjalan dan beradaptasi mengkonsumsi makanan yang seharusnya dikonsumsi anak seusia dia. 

Perjalanan yang tidak mudah kami alamai begitupun saya secara pribadi. Rachel seringkali menangis tapi ia sesungguhnya adalah anak yang pengertian, mampu memahami perasaan orang lain. Lebih peka dan perasa. Itu sebabnya ia mudah menitihkan air mata. Walau demikian ia sangat rajin jika dimintai bantuan. 

Setelah melalui banyak perkembangan hidup, mulai dari melatih berjalan,  makan, dan belajar. Akhirnya tahun ini Rachel akan beranjak ke tingkat yang lebih tinggi. Yaitu masuk pendidikan sekolah menengah pertama (SMP). Saya berbincang dengannya beberapa waktu yang lalu. Kebetulan tgl. 25 Mei yang lalu kami merayakan ulang tahunnya bersama Bapak Panti (juga ulang tahun tgl. 19 Mei). Usai ulang tahun,  saya bertanya padanya apa yang menarik bagi dia,  untuk mendapatkan hadiah ulang tahun sekaligus hadiah kenaikan kelas. Sebuah apresiasi baginya untuk pencaaian dia dalam kehidupannya. Bagi saya dan Pater Bert (Bapak Pastor,  seorang pendiri YAPEDA dan sekaligus Bapak bagi banyak anak muda dan anak2 di Panti asuhan YAPEDA) tak penting juara atau tidak. Tetapi yang lebih penting adalah menghargai sebuah proses yang dilalui dan diperjuangkan oleh anak-anak. Itu sebabnya sedapat mungkin kami memberikan dukungan bagi mereka,  dan itu sebabnya Panti Asuhan YAPEDA dikemas menjadi sebuah keluarga bagi mereka. Menyambung pembicaraan saya dan Rache, Rachel hanya meminta sebuah jam tangan. Awalnya ia merekomendasikan jam tangan warna pink. Kebetulan ada 2 orang anak Panti lainnya yang juga menamatkan studi,  namun mereka tamat pada tingkat SMP dan akan melanjutkan ke tingkat SMA/SMK. Saya kemudian berpikir untuk lebih baik mengajak mereka berbelanja bersama. Agar lebih jelas dan menarik bagi mereka untuk memilih sendiri apa yang mereka senangi. 

Rachel - mngenakan
 jam tangan baru
Pasar Sp. 2 merupakan destinasi belanja kami. Maklum saja,  dana saya terbatas untuk berbelanja bagi mereka. Sehingga toko bukanlah tempat yang tepat. Memilih pasar juga adalah ide mereka. Nah ini yang paling saya senangi dari mereka. Mereka memahami bahwa saya sendiri tidak memiliki banyak uang. Sehingga mereka mencoba mencari barang yang mereka senangi tapi juga cocok dikantong. Mereka bahkan menawar barang yang mereka beli. Saya pun mencoba mendapatkan harga dibawah itu...  Namanya juga usaha to....  
Well,  tempat yang saya sasar pertama adalah hadiah untuk Rachel,  yaitu jam tangan. Setelah melihat-lihat dan berkeliling,  Rachel akhirnya memutuskan jam tangan yang ia kenakan di foto. Saya pun bertanya, mengapa tidak memilih yang sedikit terlihat feminim. Katanya lebih menyenangkan yang gayanya cowok. Biar lebih keren. Entahlah,  ukuran keren menurutnya adalah jam tangan model itu. Sebenarnya sebelum itu saya menawarkan beberapa model feminim,  tapi dia berkata: "kan saya suka yang ini, kalau kk Chichi suka itu,  kk beli saja untuk kakak. Saya tidak suka model itu". Sayapun tertawa terbahak-bahak. Dari kisah ini saya sadar sekli,  bahwa seringkali kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain tanpa kita sadari. Dalam pikiran kita, kita merasa hal yang kita putuskan atau kita piluh adalah yang lebih menarik dan cocok,  namun ternyata mereka berpikiran yang berbeda. Untungnya Rachel sangat tegas dengan apa yang ia inginkan, sehingga tidak mengikuti begitu saja kemauan saya. 

Rachel yang dulu kecil dan kugendong, kini  beranjak menjadi anak remaja. Ah, bahagia sekali aku padanya. Rachel hebat. Walau banyak hal yang perlu ia perjuangkan dalam hidupnya,  setidaknya belajar dari kisah belanja itu. Saya sadar bahwa dia telah bertumbuh menjadi sosok yang lebih dari sekedar menerima apa yang diberikan ataupun disajikan. Saya berharap Rachel tetap bisa menjadi pejuang setidaknya berjuang untuk kebahagiaan dirinya. Amen. 

Semoga menginspirasi ya, 
Salam, 

🙏

Nilai Seseorang!

Apa itu nilai seseorang? Sulit mengatakan bahwa seesorang itu penting, namun juga sulit mengatakan bahwa mereka juga tidak penting. Seberap...