Monday, December 31, 2018

"Kerinduan Beribadah - Refleksi Hidup Di Akhir Tahun"

Suara lentingan tahun mulai menderu. Yah, suara ini sudah terngiang di telinga saya beberapa minggu jauh sebelum hari ini. Di tempat saya tinggal, di Papua, tepatnya di Timika, keramaian ini sudah mulai dijumpai pada bulan November. Di bulan itu banyak penjual yang menawarkan barang-barang peramai pergantian tahun. Di sini, tempat yang baru saya tinggali untuk waktu seminggu, baru saja terngiang jelas di saat hari ini akan usai. Bunyinya semakin jelas. Seperti sahutan orang yang saling berteriak bahwa kami ada, kami menantikan tahun yang baru, karena bunyinya bergaung dari berbagai penjuru.

Saya sendiri, justru merasakan sesuatu yang berbeda di akhir tahun ini. Entah apa yang harus saya katakan. Tapi semua serba berbeda. Sebenarnya yang membuat saya sedih dan merasa rapuh adalah tak bisa beribadah. Maklum saja, ini menjadi bagian yang sudah mendarah daging bagi saya. Sebelum berangkat menuju tempat ini, saya telah kehilangan waktu beribadah untuk dua kali hari Minggu, sedihnya jangan ditanyakan lagi, tak terbilang rasanya. Justru yang membuat saya semakin terpukul adalah mendapati diri saya berada ditengah perjalanan saat ibadah malam Natal hingga Natal hadir. 

Saya memutuskan beribadah di hari ke dua Natal. Biasanya ditempat saya tinggal di Papua, hari kedua Natal tetap selalu ada Misa (Ibadah bagi umat Katolik). Namun ternyata tidak demikian di tempat ini. Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota. Namun, setiba dikota kami tak menjumpai adanya ibadah di Paroki. Akhirnya, kami memutuskan untuk melihat Gereja dan lingkungannya. Gereja ini merupakan tempat yang luar biasa menakjubkan. Semuanya ada keunikan dari adat Toraja. Indah sekali, sungguh sangat luar biasa. Seusai mengambil beberapa foto sambil menikmati suasana Gereja dan ornamen serta dekorasinya, kami kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan sambil mencari beberapa kebutuhan yang harus dibawa pulang ke kampung. Satu hal yang membuat saya sedikit kaget adalah, bahwa Kota Makale yang saya kunjungi tak ramai dan tak nampak suasana Natal. Pernak-pernik Natal terlihat tidak begitu menonjol dan suara-suara nyanyian lagu pun tak saya jumpai. Beda sekali dengan Papua. Tapi, saya sendiri tidak tahu, apakah disana sekarang sedang ramai atau tidak, hahahha (sambil mengernyitkan dahi)....

Hal yang sama tentang kerinduan ibadah kemudian terjadi lagi. Tepatnya hari Minggu, tanggal 30 Desember 2018.  Awalnya rasa bahagia cukup tinggi ketika mendapati Gereja setelah melakukan perjalanan sekitar 20 menit (medan jalan cukup menantang, apalagi jika menggunakan kendaraan). Namun, saya harus kembali bersedih karena tak ada ibadah di tempat ini, semuanya terpusat di kota. Saya sedih dan menangis, karena kerinduan ini tidak terobati. Tapi, tak lama kemudian saya meyakinkan diri untuk tidak melihatnya sebagai suatu kegagalan, ditambah lagi seseorang yang menemani saya menguatkan saya untuk tidak melihatnya sebagai suatu musibah. Kami kemudian pulang kembali ke tempat tinggal kami. Sepanjang perjalanan tempat itu menyejukkan hati saya. Beberapa tempat kemudian menjadi spot pengambilan foto. Hal ini dapat membuat saya bahagia dan mensyukuri nikmat dan kebaikan Tuhan melalui pemandangan yang langka, yang berbeda dan sebelumnya tak pernah saya alami. Saya kemudian merefleksikannya dalam kehidupan dan keadaan saya. Bahwa, Tuhan masih mencintai dan menyayangi saya. Ia membuat saya melihat keagungan ciptaanNya. Saya pikir ini sangat luar biasa. Di saat saya sedang bersedih dan kecewa karena tidak beribadah, Tuhan masih memiliki cara yang unik untuk menghibur dan membuat saya bahagia. Dalam pikiran saya, saya berkata, "ini artinya,  Tuhan mengajarkan saya untuk tetap bersyukur".

Kali ini saya kembali lagi dilanda kesedihan dan kekecewaan tepat saat dimana saya menuliskan ini. Karena saya masih tetap tidak bisa beribadah di akhir tahun begitupun dengan awal tahun. Saya tetap tidak bisa mendapatkan akses untuk pergi beribadah ke Gereja. Sungguh sesuatu yang baru. Saya tidak tahu harus mengatakan apa, tapi keramaian dan lentingan yang saya dengar tetap menggebu di telinga, pikiran dan jiwa saya. Tak ada hentinya. Terus meramaikan pikiran dan jiwa ini. Hahahahaha, semuanya jadi satu. Tapi, saya bersyukur mendapati diri saya berada di daerah terpencil seperti ini. Saya merefleksikannya sebagai bentuk dari cinta kasih Tuhan, agar saya bisa melakukan meditasi dan merefleksikan diri saya dalam keheningan yang jauh dari keramaian Kota, jauh dari keramaian keluarga, sahabat, teman dan orang-orang yang mencintai atau mengenal saya. 

Satu hal dari pengalaman kerindupan beribadah bahwa apapun yang saya cari sebenarnya tak pernah jauh dari diri saya sendiri. Karena jawabannya adalah dalam hati dan pikiran saya. Bahwa Tuhan memiliki peranan yang penting dalam hidup ini. Tinggal bagaimana diri kita, mau membuka diri dan menerimaNya, ataukah kita acuh tak acuh. Saya sendiri menyadari itu, bahwa sejauh apapun saya melangkah Ia tetap ada di dalam diri saya, saya sendiri yang justru harus menyadari kehadiranNya.

Selamat Menutup Tahun dengan refleksi hidup anda dan Selamat Memasuki Tahun Baru dengan penuh Harapan dan Keyakinan. Tuhan memberkati.

Salam,



Tuesday, December 11, 2018

BIMBANG

Ingin sekali kutinggalkan semua yang kini kudapati.
Ingin kuberlari sejauh mungking.
Ingin kudapati dunia yang baru.
Tanpa banyak pertimbangan.
Tanpa banyak tanya.
Namun tanggungjawab selalu membelengguku.

Aku bertanya pada diri sendiri.
Apakah ini benar yang aku inginkan dalam hidupku?
Ataukah aku hanya takut melangkah terlalu jauh.
Ataukah justru aku takut meninggalkan apa yang kumiliki kini?
Namun tak pernah kujumpai jawaban memenuhinya.

Aku dan keinginanku.
Rasanya tak mampu kuurai dalam satu kesatuan.
Karena aku pun tak tahu untuk apa aku berjuang.
Atau untuk apa aku bertahan.
Aku berada dalam bimbang.

Suatu hari,
Langit dan alam akan bertanya padaku.
Sejak kapan aku berani memutuskan pilihan untuk mereka?
Aku buta terhadap kegelisahaan yang menghadirkan kalut kebimbangan.
Aku Bimbang!!!

Pelajaran Dari Si Gadis Kecil

Sore itu langit mulai bermuaram. Awan hitam mulai menyelimuti terang sang mentari, hari pun terlihat semakin redup. Namun, kegundahan cuaca itu dapat hilang seketika, kala kudapati gadis cilik diluar bilik kamar perawatan ruang antonius yang sedang asyik menelusuri isi bacaan dalam buku majalah yang digenggamnya. Wajahnya begitu mempesona, terlihat jelas harapan yang terpancar dari ketekunannya mendalami bacaan majalah itu. Aku kemudian menikmati pemandangan itu. Maklum saja, hampir tak pernah kudapati apa yang kulihat ini. Gadis kecil asli papua sedang menikmati bacaan di majalah lokal daerah Timika.

Tabloid itu adalah tabloid LPMAK (Lembaga Pengembangan Amungme dan Kamoro). Tabloid yang sedikit banyak menceritakan tentang kegiatan dari penggunaan dana LPMAK yang diperoleh dari PT Freeport Indonesia yang berkedudukan di Kabupaten Mimika, Kota Timika. LPMAK merupakan salah satu lembaga yang difungsikan guna memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal, khususnya dua suku di Kabupaten Mimika yang terkena dampak langusng terhadap produksi yang dijalankan oleh PT. FI.



Tak lama kemudian, ia menyapaku. Hai kak,. Hai juga dek' -sapaku. Kakak nonotn saya kah? -tanyanya. Ia, kakak sedang memperhatikan adik. Nah, kakak bertanya dalam hati, kira-kira bacaan apa yang menarik sehingga adik sangat menikmati bacaan itu?. Semuanya bagus kakak. Saya suka membaca, karena saya jadi tahu banyak kakak. Seperti kakak yang ada di foto ini, -sambil menunjuk orang yang ia temui dalam bacaannya. Saya ingin sukses seperti dia. Memangnya cita-cita adik apa? -sahutku. Saya ingin jadi polwan kakak. Wow, kaka bangga sekali sama kamu dek. Ia kak, saya harus rajin belajar, sekalipun adik dirawat dirumah sakit, saya bisa belajar melalui bacaan yang saya temui dalam majalah ini. Dan ini membuat saya sangat bersemanagat untuk berjuang menjadi polwan. Perbincangan itu berlanjut dan semakin dalam. Walau menghabiskan waktu yang tak lama namun peristiwa ini sangat membuat saya bahagia.





Sebelum usai berpisah, kamipun mengambil foto bersama, dilengkapi dengan kedua adiknya.

Apa yang kualami saat ini memberikan semangat yang baru kepadaku tentang sebuah harapan. Disaat kita mengeluh banyak orang asli Papua yang menghancurkan diri mereka dengan miras dan seks bebas, ternyata selalu ada cara Tuhan memberikan harapan yang baru melalui anak-anak yang tepat dan luar biasa. Saya berharap dia akan menjadi anak yang luar biasa nantinya.

Anak ini mengajarkanku arti sebuah perjuangan. Ia terus memanfaatkan waktunya untuk membaca dan itu adalah bentuknya mengahabisakan waktu untuk belajar dari apa yang ada disekitarnya. Semoga saya sendiri, tak mudah menyerah dari apa yang saya alami. Dan semoga semakin banyak anak muda Papua yang memiliki semangat dan harapan yang besar untuk menggapai cita-cita mereka. Amin.

Salam,


Saturday, December 01, 2018

Tanyaku


Aku menuliskan ini,
Rasa bimbang atas hidup yang kulalui.
Memilih menetap dizona ini,
Ataukah melangkah pergi dan mencoba yang berbeda,

Aku memikirkan ini,
Apakah kamu berjuang untuk hubungai ini,
Ataukah aku sedang melangkah untuk hidupku seorang,
Lalu,
Untuk apa kita menjalaninya?

Aku menjalani ini,
Hubungan tanpa kejelasan,
Kata dan sikapmu tak jua berujung,
Akankah kita kan berakhir bersama,
Ataukah engkau hanya mencoba memperdayaku?


Aku meyakini ini,
Seharusnya tidak kupertanyakan semua yang kunyatakan,
karena cinta tanpa keyakinan adalah mati,

Aku menantikan ini,
Kepastian dan akhir hubungan ini,
Berjuang bersama ataukan berlalu seorang diri,
Kita hanya perlu merefleksikan segalanya,
Agar jelaslah apa yang ingin kita perjuangkan dan pertahankan,

Timika,

Friday, October 05, 2018

Persimpangan Jiwa

Ku baca pesan itu,
Tajam menyayat jiwa,
Menyumbat nadi-nadi,
Tak mampu kuhelakan nafas ini,

Aku menerawang,
Ku selidiki lagi kata demi kata,
Tak kubiarkan diri menerimanya,
Aku menolak memahaminya,

Lalu tanya menyambar pikiran,
Logiskah ini?,
Dapatkah kukatakan air susu dibalas air tuba?
Tidak!!!,
Engkau tak seperti itu,
Dengan gamblang,
Kuposisikan lagi diri ini,
Pada simpul yang tak terikat,
Aku lelah,


Sial!!!,
Bodohkah aku ini?,
Mengejar makna yang tak ujung ku temui pusaranya,
Bodohkah aku ini?,
Bertahan pada ranting yang tak kokoh,
Bukan akar yang kupijakkan,
Namun dahan yang sudah terkoyak,

Kembali lagi kutelusuri tulisan itu,
Ku refleksikan dengan apa yang ku lalui,
Aku telah berada pada lingkaran kemaksiatanku sendiri,
Tersesat dan berputar pada komedi yang sama,

Kututup bacaan itu,
Kudapati engkau tersenyum sinis,
Sosok yang ku tinggalkan,
Tokoh yang terlupakan saat kunikmati hariku,


Wednesday, September 19, 2018

Budak Sosmed

Bodoh,
Ku biarkan diri terlerai oleh hawa nafsu,
Stalking pesohor dunia,
Bermain games online,
Akulah budak sosmed,

Bodoh,
Ku biarkan kemegahan memahkotai hidup,
Membentuk image kemunafikan,
Meningkatkan followers dunia maya,
Akulah budak sosmed,

Bodoh,
Ku jerumuskan jiwa pada belenggu candu,
Membaca berita sesat dan menyebarkannya,
Menghasut banyak jiwa tanpa tahu kebenarannya,
Akulah budak sosmed,



Thursday, August 30, 2018

Dunia Anak

Sore itu langit tampak kelam, tak seperti hari kemarin, ia hanya bermuram diselimuti gelapnya kabut. Saya dan kawan-kawan sudah berpacu dengan waktu, tanpa sadar bahwa langit tak mendukung kami. Maklum saja semangat yang terbakar di jiwa kami lebih berkobar dibandingkan muramnya cuaca saat itu. Kali ini kami memasuki lingkungan yang jauh dari tempat tinggal kami. Sebuah komunitas belajar bagi adik-adik yang memiliki keingintahuan yang besar tentang pendidikan, usia merekapun terbilang variatif. Butuh 30-40 menit untuk menggapai tempat itu. Namun, perjalanannya cukup menghangatkan jiwa, karena dihiasi dengan berbagai gelak tawa sahabat dan pemandangan semi perkampungan yang jarang kami temui ditempat kami tinggal. Hal itu mengantarkan jiwa kami pada atmosfir yang segar. Seperti bayi yang baru saja terlahir, yang pecah dengan suara dan gerak kebebasan. Untung saja kebebasan yang kami rasakan adalah kebebasan terdidik. Artinya kami ingin jauh lebih paham tentang kehidupan desa seutuhnya.
Kami pun tiba dengan selamat dan tepat waktu pada tempat tujuan. Suara-suara emas itu terdengar, yah' anak-anak mungil di sebarang jalan, tempat dimana kami bertugas di hari itu. Tak memakan waktu lama untuk dapat bersahabat dengan mereka, karena ternyata kehadiran kami telah dinantikan oleh mereka. 

Ada kisah menarik yang sekaligus menggelitikku dan kawan-kawan. Saat itu dalam ekspektasi kami anak-anak yang kami datangi adalah anak-anak yang duduk dibangku pendidikan SD kelas 3 hingga kelas 6 dan yang dibangku SMP, dan realitanya justru berbanding terbalik. Dari 15 orang anak yang hadir, ternyata hanya 1 orang yang duduk di banku SMP dan yang sisanya kelas 1 hingga 3 SD serta yang belum sekolah. Kemudian kami saling berpandang, layaknya pikiran kami saling terkoneksi satu dengan yang lain tanpa kata, kami terdiam dan berpandang 3 menit lamanya, hingga riuhnya tepukkan dari anak-anak dan pendamping mereka memberikan sinyal bahwa kami harus mulai. Kegalauan kami bukan tanpa alasan, karena kami terbiasa melakukan sesuatu sesuai rencana, namun harus disadari bahwa begitu lah kehidupan, terkadang segala yang kita rencanakan tak selalu terjadi sesuai dengan perencanaan itu. Hingga saya kemudian mengambil alih sebagai MC dan melakukan exekusi kegiatan. Dan begitupun selanjutnya, bergulir mengikuti alur dadakan yang kami sajikan, untungnya beberapa diantara kami tetap survive dan meninkmati suasana ini. Hingga kami mampu menyelesaikannya dengan baik. Antusias anak-anak dapat digambarkan melalui wajah mereka yang begitu menikmati semua yang kami sajikan. Oh ia, hampir saja lupa. Kegiatan ini adalah aktivitas menumbuhkan empati dan simpati anak-anak terhadap Bahasa Inggris. Dan akhirnya melalui pemikiran yang kritis dan cerdas, kami mampu menyajikan bahan dengan lebih mudah dipahami (butuh kreatifitas yang super kritis).
Satu hal yang sangat berkesan dalam pertemuan ini dan menjadi pelajaran bagi saya pribadi adalah mengenal dunia anak. Saya perlu mengenali dunia anak, jika saya ingin diterima oleh mereka. Saya harus mampu memahami dan menjadi mereka barulah saya dapat berbaur dengan mereka.

Semoga kisah ini memberi indpirasi bagi kita semua.

Cat.:
- Dokumentasi dan Program: TEC (Timika English Club)
- Tempat dan komunitas yang dikunjungi: Honai Sirbe
- ALamat: SP.3, Timika - Papua

Sunday, July 08, 2018

Melangkah Berbagi


Di sebuah wilayah di Kabupaten Mimika. Ada sosok anak perempuan yang mencintai dan peduli terhadap lingkungan sosial dimana dia tinggal. Ia bersatu dengan lingkungan tersebut sejak usianya masih 4 tahun. Awalnya dia hanya sering mengunjungi tempat itu karena gaung yang terdengar dari lagu-lagu yang diputar, yang mengetarkan tanah dan lingkungan mereka. Dia dan teman-temannya senang untuk hadir menonton pertunjukkan yang dilakukan oleh kakak-kakak ditempat itu. Dia adalah Brenda. Yah, Brenda gadis mungil itu, bertumbuh dengan baik. Kehadirannya pada setiap aktivitas dari komunitas tempat ia tinggal, membuatnya jatuh cinta pada komunitas tersebut. Hingga ia tumbuh dan menjadi sosok remaja. Ia kemudian bergabung dengan kelompok itu. Nama kelompok itu adalah PILA (Pemuda Indonesia Lawan AIDS).

                                                         -------------------------

Sudah seminggu, cuaca tak bersahabat dengan aktivitas Brenda. Hujan selalu saja hadir, sendangkan Brenda harus melakukan berbagai kegiatan diluar ruangan. Hal ini tak menyulutkan semangatnya, dia berjuang dengan membakar semua semangat sahabat-sabatnya untuk melakukan sebuah misi yang mulia. Ia mencoba menghubungi mereka satu per satu. Bahkan beberapa diantara mereka yang kesulitan kendaraan dijemputnya dengan pesawat roda dua andalannya. Tak pernah ada kata lelah ataupun takut sakit. Maklum saja ia selalu siap dengan perlengkapan yang dibutuhkan dalam jok motor yang dimilikinya. Mulai dari mantel hujan, jubah hujan, payung, dsb. Brenda adalah wanita hebat untuk kalangan anak seusia dia.




Misi mereka kali ini adalah melakukan aksi berbagi kasih. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Februari setiap awal tahun. Tujuannya untuk mengingatkan Brenda dan anggotanya, tentang banyak teman yang masih membutuhkan uluran tangan mereka. Dan banyak cara dapat dilakukan untuk tetap melakukan kepedulian kepada sesama. Kali ini, sasaran atau target dari penerima manfaat mereka adalah kelompok HIV+. Sebelumnya sudah ada tahapan yang mereka lakukan. Mulai dari observasi tempat kegiatan, hingga pada pengecekkan jumlah anggota sasaran dan kebutuhan apa yang mereka perlukan. Tak mudah menjalani ini semua, karena sebelumnya mereka butuh waktu selama dua minggu untuk menyelesaikan persiapan yang dibutuhkan. 

Berikut pengakuan Brenda:
Saya dan kawan-kawan akhirnya berhasil melakukan kunjungan berbagi kasih. Sebelum kegiatan tersebut kami melakukan pencarian dana (fund rising). Caranya pertama dengan uang kami masing-masing (yah patungan yah). Itu sebagai modal awal, setelah itu, kami membuat jajanan untuk dijual. Namun, awalnya kami melakukan promosi penjualan keberbagai tempat serta memanfaatkan media sosial. Hasilnya sangat luar biasa. Dana yang tekumpul kami gunakan untuk membeli kebutuhan yang diperlukan oleh target kami dan dana sisa diberikan juga kepada mereka. Maklum saja, tidak semua anggota dari kelompok-kelompok yang kami kunjungi memiliki pekerjaan tetap ataupun PNS. Banyak diantara mereka yang bekerja serabutan. Jadi, ketika mereka jatuh sakit, mereka kehilangan sumber penghasilan.
Saya sendiri berharap suatu hari nanti saya dapat membantu mereka, dengan menghadirkan solusi yang dinantikan. Solusi yang dapat menjawab permasalahan yang mereka alami. Ada tiga kelompok yang kami kunjungi kali ini. Kelompok-kelompok ini dikenal dengan nama KDS (Kelompok Dukungan Sebaya). Kelompok ini ditujukan bagi teman-teman yang HIV+ dan mereka yang tidak HIV+ namun memiliki kepedulian yang tinggi dengan teman-teman yang HIV+.
 
                                          ----------------------------------------------------------- 

Menutup pembicaraannya, Brenda menyatakan bahwa: "Tak ada yang dapat membuat manusia dapat lebih berarti selain manusia itu dapat memberikan arti bagi orang lain yang membutuhkan"



Semoga kisah Brenda di atas dapat memberikan inspirasi bagi anda yang membaca.


Salam,

Wednesday, June 27, 2018

Menjadi Penyuluh


Menjadi pembicara atau penyuluh HIV/AIDS bukanlah impian saya sejak kecil. Dulu saya bermimpi menjadi seorang wanita kantoran. Impian yang cukup sederhana, yaitu menikmati semua dengan baik dan normal tanpa harus ada permasalahan. Bahkan saya semasa kecil memiliki beberapa impian. Impian yang sangat saya idolakan adalah menjadi penulis buku dan aktris. Rasanya menyenangkan sekali ketika beradu argumen atau peran dengan lawan main. Sayang sekali saya tidak mampu meraih semua itu. Tapi puji Tuhan, ketika saya bergabung sejak awal dengan tempat saya bekerja (Yayasan Peduli AIDS Timika) hingga saat ini, semua impian itu perlahan dapat tersalurkan. Walaupun tidak menjadi seorang aktris atau penulis handal. Saya cukup menjadi saya adanya. Ditempat ini bakat dan hobby saya tersalurkan. Untuk menulis, saya kemudian menjadi aktif menulis puisi-puisi bertajuk HIV/AIDS, atau bahkan kemanusian, serta menulis di blog ini. Tulisan yang saya buat semuanya asli dari pengalaman saya. Entah itu mendengar sharing dari teman-teman HIV+ atau para volunteer dan berbagai hal lainya yang saya temui dilingkungan di mana saya berada. Selain itu untuk kemampuan seni peran, saya menyalurkannya dengan melatih anak-anak bermain peran entah itu untuk drama, maupun theater. Yah walaupun kami memiliki keterbatasan material dan tenaga. Namun semua dapat tersalurkan dan saya bahagia semuanya bisa terjadi. 

Saya hanya menyadari bahwa proses yang saya jalani bukan karena kebetulan. Namun, telah diarahkan oleh Sang Penguasa Kehidupan. Beberapakali saya berniat ingin mencoba dunia luar, bahkan pernah resign dari tempat kerja dan berbagai hal lainnya. Hal ini saya lakukan karena ingin saja mencoba dunia yang berbeda.  tapi entah mengapa, alam selalu menarik saya kembali ke tempat ini. Tempat dimana saya memulai semuanya dari awal. Tempat dimana saya belajar mengenali diri sendiri, mengenali dunia kerja seutuhnya, mengenal sebuah tantangan, mengenal lingkungan dan masyarakat, dan berbagai hal menarik lainnya. Namun proses demi proses yang saya jalani membawa saya pada langkah yang tak pernah terhenti dalam jati diri saya, yaitu sebagai penyuluh. Keniktmatan saat dimana saya menyampaikan sebuah informasi yang membangun kesadaran masyarakat maupun lingkungan.

Semua yang dilakukan tentu bukanlah proses yang instan. Segalanya memiliki tahapan dan tantangan tersendiri. Saya memulainya dengan pendidikan yang minim baik dari sisi matei maupun kecakapan saya sebagai penyuluh, hingga saya kemudian menjadi orang yang nyaman berbicara didepan. Sedikit berbagi pengalaman, yang paling penting adalah bagaimana kita membentuk cara berpikir kita bahwa kita mampu menjadi siapa yang kita impikan. Kita adalah orang yang berani dan bertanggungjawab, lalu terapkan itu dalam praktek kehidupan kita senidiri. Karena kata-kata motivasi tidak akan berguna hingga sampai dimana orang tersebut melakukannya.

Menjadi penyuluh membawa saya pada koneksi yang lebih luas. Saya kemudian terampil menjadi MC (Master of Ceremony), konselor, pemimpin dalam berbagai kegiatan, dan inisiator untuk kelompok-kelompok baru. Proses ini masih saja berlangsung, dan tidak mudah. Saya sendiri dalam menjalaninya butuh hal yang lebih untuk menguatkan. Namun, tempat dimana saya berada menjadikan saya wanita yang sungguh beruntung, karena saya dapat memiliki banyak referensi nyata dari kehidupan di sekitar saya.

Semoga pengalaman yang saya bagikan ini dapat bermanfaat bagi anda semua yang membaca.

Salam,

"Seseorang tidak akan mampu membuktikan kepada orang lain bahwa dia mampu, selama dia belum berhasil menaklukkan rasa takut yang ada pada dirinya sendiri" by: Chichi Betaubun


Sunday, April 22, 2018

Jangan Berpura Menjadi Penyelamat

Siapa yang berbahagia diatas penderitaan orang lain???

Seolah mereka adalah manusia sempurna yang tak lekang dari masalah. Seolah semua keputusan yang mereka putuskan adalah jalan terbaik yang tak pernah disesali. Mereka berlaku seperti Tuhan yang berkata-kata dengan kepintarannya. Seakan telinga mereka begitu tuli untuk mendengar gaungan dari kata-kata yang mereka torehkan.

Sudah cukup hebat dan sempurnahkah anda terhadap hidup yang anda lalui? Atau tak pernahkah anda temui kerikil dalam jalan yang anda lalui??? Lalu dengan gagahnya anda mengintervensi kehidupan dan keputusan orang lain? Ada apa dengan diri anda? Mengapa tak mencoba menelaah kembali kehidupan yang anda jalani? Mengapa justru harus berbalik mengusik kehidupan orang lain, dimana tak pernah orang tersebut bersua memohon pertolongan anda? Orang yang anda intervensi bukanlah orang yang bahagia dengan semua tutur kata yang anda lontarkan. Orang yang anda pertanyakan keberadaan dan hidupnya adalah orang yang bahagia dengan jalannya. Sehebat apakah anda sehingga mampu bertanya pada kehidupan orang lain tanpa merefleksikan diri anda sendiri???

Jangan berpura menjadi penyelamat bagi kehidupan orang lain, jika belum dapat engkau menyelamatkan jiwa sendiri dari ketenangan diantara kebahagiaan orang disekitarmu.

Mengapa, bersusah hati atas kebahagiaan orang lain? Mengapa harus menjadi duri bagi senyuman orang? Tak lelahkah anda berjuang untuk terlihat hebat dalam kepura-puraan jiwa?
Yah, riuh angin akan menerpa dedaunan dan menebangkan pohon yang tak lagi kuat akarnya.
Begitupun dengan terpaan hidup ini.
Yang karena waktu semua akan terlihat lebih jelas. Siapa sesungguhnya mereka yang jelas berbahagia, dan siapa mereka yang menciptakan kebahagiaan semu.

Salam,

Tuesday, March 13, 2018

Cinta Ku Kini

Baru saja kutemui masa laluku,
Ia tak seperti yang kukenal dulu,
Asing dan berbeda,
Aku ingin sekali merajut kembali tali yang terputus,
tidak nyata
Bukan karena masih ada harap menjemputnya,
Namun karena hidupku tak indah bila ada sekat jeruji benci bersanding,
Walau itu bukan salahku,
Tapi tak bisa juga kusalahkan dirinya,
Hanya kuhaturkan syukur pada Sang Kuasa,
Karena kami akhirnya menyudahi apa yang ada,
Walau kisah yang terukir begitu berliku,
Terkadang jika kutelusuri kembali,
Aku seperti wanita bodoh yang kehilangan jati diri,
Namun sekali lagi syukur itu kuhaturkan,
Karena jika tidak,
Aku tak bertemu cinta yang sekarang,
Yang Dengan ketulusannya mau  belajar melangkapi kurangku,
Kadang keegoisanku merobek hati dan jiwanya,
Namun dengan teguh ia berdiri,
Menunjukkan padaku siapa dia sesungguhnya,
Bahwa pantaslah ia kuperjuangkan,
Walau jalan yang kulalui bersamanya tak begitu mudah,
Ada sekian banyak tantangan,
Termasuk banyak jiwa yang mencemoh kesendirianku,
Karena tak jua ku lepaskan satatus lanjangku dikematangan usia ini,
Aku memang belum tahu kapan Tuhan menutupkan kisahku dengannya,
Hanya saja semenjak bersamanya justru keimananku semakin dikukuhkan,
Walau tak sedikit kulanggar titahNya,
Kini cinta yang sekarang memiliki semua yang kucari,
'Dambaan hatiku dan perisai jiwaku,
Jika baginya lelahnya harus diisi dengan istirahat,
Namun bagiku lelahku hilang dengan kehadirannya,
Tapi jangan mengira bahwa dirinya pria yang kaku,
Belakangan dia dapat membuat aku lebih tergila-gila padanya,
Walau usia kami terpaut jauh berbeda,
Begitupun dengan latar belakang kami,
Namun, dia adalah perisai jiwaku,
Ia membuatku menikmati kebahagiaan yang ada disekitarku,
Ia membuatku menjadi siapa diriku seutuhnya,
Tanpa harus merubah siapa aku untuk dapat bersanding dengannya,
Dia simbol kejujuran bagiku,
Karena dia justru lebih meunnjukkan padaku arti sebuah ketulusan,
Waktu yang kami jalani sangat panjang,
Terbatas jika harus bertatapan muka,
Namun harus kuakui pengorbananya dalam memperjuangkan semuanya itu,
Aku hanya ingin menulisakn rasa ku ini saja,
Aku ingin melihat kelak apakah tulisan ini masih berarti ataukah tidak,
Semoga Tuhan meridohi kisah kita berdua sayang,
Lelaki ku kini dan untuk selamanya.

Amin,

Tuesday, March 06, 2018

Sosok Yang Setia


Aku mengenal begitu banyak pria dalam hidupku, namun yang satu ini memiliki keterikatan khusus dengannya. Walaupun awal pertemuan kami dia tak begitu menarik perhatian bagiku. Maklum saja saat itu usianya masih 14 tahun (usia remaja yang masih mencari jati diri). Hal ini lekat dengan pemahaman pribadiku bahwa "waktu akan menunjukkan kepadamu siapa pribadi yang benar-benar dapat belajar dan menjadi orang yang setia bersamamu". Cahyo (nama idola panggilanku padanya) membuktikan hal itu. Sejak pertengahan 2009 hingga saat ini kami masi menjadi saudara yang sangat dekat. Banyak hal kami lalui bersama, termasuk semua yang menjadi rahasia dimana tak ada orang lain yang mengetahuinya selain aku, dia dan Tuhan.

Rasanya waktu bergerak begitu cepat (mungkinkah ini hanya rasa ku saja?), Cahyo bertumbuh dan berkembang menjadi sosok dewasa yang sangat mengagumkan. Seperti pada gambar ini. Dia begitu bersahaja dengan semua yang ada padanya. Bahkan dengan gayanya yang sederhana namun tetap saja mempesona. Aku masih ingat bagaimana caraku meyakinkan dia tentang banyak hal, namun dia bukan menerimanya mentah-mentah saja tapi juga di telaah dan yang penting ia selalu melibatkan Allah SWT dalam hidupnya (sebuah keyakinan yang menjadi alasan mengapa hubungan kami masih bertahan).

Ada banyak kejadian yang melekat dalam ingatanku, namun yang sering membuatku tertawa adalah kedekatanku dengan keluarganya. Selama bertahun-tahun kami tak pernah mengenal dengan baik keluarga kami masing-masing. Apalagi diriku merupakan pribadi pelupa (untuk menghafal rumahnya saja tak mampu ku lakukan -hahaha). Yang menghebohkan saat aku bertandan kerumahnya dimana saat itu dia telah tembus di salah satu kampus ternama di Jogja dan Indonesia (UGM-Universitas Gajah Mada). Kejadian itu sangat membuatku merasa berarti dan dihargai begitu dalam. Ini bukan tentang seberapa kacaunya anak-anakku di rumahnya karena menghabiskan beberapa karton minuman soda dan kue-kue lebaran saat itu, ini lebih dari hal lucu yang mengenaskan itu (tradisi para remaja sekolah bertamu saat perayaan keagamaan atau semacamnya di daerah kami). Saat itu, aku sangat terkejut dibuat oleh Ibunya. Ketika, anak-anakku memanggil nama ku -'k.chichi'!. Seketika itu Ibu bereaksi padaku, "oh ternyata ini yang namanya k.chichi, toh?". Aku hanya tertawa sambil tersenyum (dengan ciri khasku), kemudian menjawad, "Ia Ibu, bagaimana?". Ibu pun menyahut, "selama ini saya diceritakan oleh Hary (panggilan di keluarga dan lingkungan) tentang k.Chichi, tapi saya baru ketemu". Kami pun melanjutkan perbincangan dan tertawa bersama. Kejadian ini memberiku pengalaman berharga bahwa betapa secara pribadi Cahyo menghargai hubungan kami.

Saya merupakan salah satu orang yang sangat beruntung menjadi bagian dari sejarah hidupnya. Karena sekalipun awal kami bertumbuh saya lebih dominan memberikan arahan dan petunjuk, namun waktu telah membentuknya menjadi pria berkarakter. Dia justru menjadi pelengkap bagiku. Pribadinya selalu cocok menjadi tempat berbagi (tentang apa saja), tak enggan kami selalu menyemoatkan waktu untuk saling bertukar pikiran, Bahkan saat ini yang kurasakan justru menjadi lebih berarti karena banyak hal secara tak sengaja  ia sadari, ia memberikan kebahagiaan padaku. Dengan cara apa? Dengan kepekaan hatinya, ketulusan jiwanya dan dengan sedikit demi sedikit perjuangan kesuksesan yang ia rintih, mulai dari bangku pendidikan (SMP, SMA, Kuliah), organisasi hingga berbagai kompetisi dan karir yang ia ikuti dan lalui. Satu hal yang buat ku bahagia dan bangga akan karakter pribadinya adalah sosok pejuang namun humble. Dan dia bukan tipe penjilat, dia pintar membaca situasi. Dia kuat dan tegar mengambil suatu pelajaran dari peristiwa yang ia alami.

Dialah Hary Cahyono yang selalu menjadi saudara laki-laki yang setia. Setia dengan segala yang ia miliki. Memang perjuangan hidup kami masing-masing belum berakhir dan belum apa-apa. Kami masi berada dititik pejuang masih panjang jalan yang harus kamu lalui dan selelsaikan. Namun, satu harapan bagi pribadinya ia tetap menjadi sebagaimana dia adanya (jangan pernah tinggalan Tuhan dan menduakanNya) karena jika itu terjadi maka hubungan kami bisa saja terancam. Karena segala hubungan yang didasari oleh cinta Tuhan pasti membuahkan hasil yang manis, dan jika tidak justru sebaliknya.

Note:
Hary Cahyono beragama Islam dan saya Kristen Katolik namun kami mencintai dan menghargai keyakinan kami masing-masing.

Hary Cahyono
Sosok yang setia mendampingiku sebagai saudara laki-laki,
Memberiku kenyamanan akan berbagi,
Entah tentang pengalaman ataupun intelektual,
Kami saling belajar dan kami saling berbagi,
Kami mencintai dan mengasihi satu sama lain,
Sebagaimana Tuhan mempertemukan kami.
Salam,

Wednesday, January 31, 2018

Membentuk Diri Dari Proses Pendampingan

Setiap tahun saya selalu menjadi bagian dari kegiatan ini Pelatihan Penyuluh Sebaya HIV/AIDS (PPS) yang dilaksanakan oleh YAPEDA (Yayasan Peduli AIDS Timika). Yayasan lokal yang berdiri sejak tahun 2002. Saya sendiri sebenarnya merupakan bagian dari lembaga ini sejak tahun 2008. Tahun awal yang belum punya banyak pengalaman namun secara tidak langsung alam menggiringku berada hingga saat ini menjadi bagian dari proses kegiatan pendampingan tersebut. 




Awalnya tak begitu menanggapi hal tersebut, namun entah mengapa semakin hari saya merasa semakin memiliki keterikatan berada dalam lingkungan ini. Dari awal belum paham gimana caranya ngontrol diri dan emosi hingga saat saya kemudian memahami bahwa tak semua cara harus digunakan dengan mengikuti kemauan diri. Setelah mengalami banyak hal dari proses ini dan mengamati apa yang terjadi. Saya kemudian menarik kesimpulan bahwa setiap orang secara sadar maupun tidak, selalu ingin menjadi sosok yang diprioritaskan dan dibanggakan. Namun, bukan hal yang mudah menjadi sosok itu. Dan peristiwa-peristiwa ini, justru membawa saya untuk selalu merefleksikan kepribadian saya kemudian. 

Ini bukan tentang menjadikan diri saya hebat ataukah tidak, namun ini lebih kepada tanggungjawab moril, yang pahalanya dari yang di atas (Sang Khalik). Saya menyadari bahwa ketika saya menuntut sesuatu dari orang lain, saya pun harus berkomitmen dengan diri sendiri untuk bisa membuktikan bahwa saya pun sanggup melakukan hal yang sama. Karena pada dasarnya manusia itu selalu mencontohi lingkungan sekitar. Yang lebih saya jaga, bahwa anak-anak yang saya dampingi adalah anak-anak yang berada pada usia labil, yang dapat dengan mudah mengimitasikan diri mereka sesuai dengan sosok yang diidolakan ataupun yang selalu menjadi perhatian mereka. Ini dapat membawa dampak positif dan negatif. Positif sejauh tokoh-toko yang menjadi roll model mereka membawa perubahan positif kepada mereka, namun sebaliknya ini pun dapat memberikan dampak negatif, jika sosok idola mereka memberikan pengaruh yang buruk.


Hal-hal tersebut yang kemudian membuat saya menyadari bahwa uang bukanlah segala-galanya, walaupun melakukan segala-galanya membutuhkan uang. Setiap kejadian yang saya alami pada proses pendampingan ini, membawa saya melihat setiap manusia memiliki keunikannya tersendiri. Mereka dapat merusak diri sendiri secara sadar maupun tidak.



Ditempat ini pula, saya kemudian mengenali jiwa saya sendiri. Membentuk karakter menjadi pribadi
yang bertanggungjawab dari hal yang paling kecil. Saya masih ingat, awal bergabung saya harus berhadapan dengan pasien HIV+ tubuhnya sangat kurus (kulit berbungkus tulang), yang dipikirannya hanya tentang sex (mantan PSK) -dia mendapat serangan gangguan otak dimana hanya hal yang sering dilakukan yang dapat diingat saja. Saat itu saya awalnya menarik diri, namun karena pada dasarnya memiliki kegemaran dengan tantangan, saya pun beranikan diri dan bergabung dengan teman-teman di sana. Yang awalnya pikiran berkabut kegusaran dan ketakutan, karena takut tertular HIV hingga menjadi jiwa yang penasaran dan tertantang mendampingi pasien. Dari kisah ini, saya menjadi sadar bahwa begitu besar tanggungjawab yang harus saya embani dalam pekerjaan ini. Hal-hal seperti ini yang secara tidak langsung membentuk saya menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Ada saat dimana saya juga harus meyakinkan pasien lain untuk menerima diri sendiri dalam kondisi seperti itu (terpuruk). Butuh waktu yang panjang dan berulang kali merefleksikan cara pendekatan dengan pasien, hingga akhirnya berhasil dan dapat dengan mudah melakukan proses pendampingan selanjutnya.

Proses pendampingan lain yang paling sering dan selalu terjadi adalah bagaimana membantu generasi muda untuk melihat potensi diri dan mengenali pribadi mereka. Saya akui ini merupakan tantangan terbesar dalam hidup, yang selalu menguras kehidupan pribadi saya. Saya pernah bahkan mengalami depresi karena kecewa dengan diri saya sendiri, yang secara pribadi saya anggap tidak berhasil dalam proses pendampingan. Ya, bayangkan saja merubah perilaku seseorang itu tidak mudah karena berkaitan dengan proses edukasi yang telah mereka alami sepanjang hidup ditambah dengan kebiasaan buruk yang diadopsi baik dari lingkungan keluarga maupun mesyarakat dan sekolah. Namun, saya akui dan percaya bahwa saya sendiri harus mengalami hal tersebut, karena ini merupakan alasan bagaimana saya justru bisa membantu seseorang yang dalam keadaan terpuruk keluar dari masalah yang dihadapi. Dan itu sungguh sangat berhasil, karena saya bisa merefleksikan apa yang saya alami menjadi cara untuk menolong orang lain. Terlepas dari hal tersebut, saya kemudian menjadi gemar membaca buku-buku yang berbaur motivasi dan pengalaman hidup. Saya menjadi pribadi yang lebih peduli dengan sesama, dan bahkan terkadang saya bisa menjadi orang yang sangat peduli secara emosional sekalipun saya tidak pernah bertemu. 

Semua cerita tersebut merupakan pengalaman yang membentuk saya menjadi pribadi seperti ini.
Pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab. Yang tak bisa menghindari segala sesuatu dengan mudah, melainkan berpikir kritis mencari solusi dan jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Saya harap saya menjadi pribadi yang bijaksana bagi orang-orang disekitar saya. Oh ia, satu hal lagi, disini saya belajar bagaimana harus membantu seseorang. Bagaimana saya harus memperlakukan orang yang betul-betul membutuhkan bantuan atau hanya sekedar mencari kesenangan sesaat. Karena, yang saya tandai adalah kita butuh menjadi pribadi yang rendah hati bukan rendah diri. Kita perlu menjadi pribadi yang baik dan jujur bukan untuk dipermainkan maupun diperalat.

Jadi, intinya kita kita dapat belajar dimana saja dan kapan saja untuk menjadikan diri kita lebih berkualitas dan bermanfaat bagi orang lain. Asalkan kita memiliki hati dan niat untuk melakukannya.

Salam,
Semoga bermanfaat.


Nilai Seseorang!

Apa itu nilai seseorang? Sulit mengatakan bahwa seesorang itu penting, namun juga sulit mengatakan bahwa mereka juga tidak penting. Seberap...