Rachel dan Saya |
Rachel dalah salah satu anak d Panti Asuhan Yapeda Timika. Lahir di Banti, 25 Mei 2006. Saya mengenalnya sejak ia berusia 2tahun 3bulan. Moment dimana YAPEDA membuka panti asuhan. Atas latarbelakang dirinya dan kedua kakaknya yang juga berasal dari Banti. Sesungguhnya mereka bertiga adalah adik-kakak beda orang tua. Namun Karena bertumbuh di Banti (Rumah Sakit Wa'a Banti, Tembagapura) bersamaan sejak bayi, akhirnya mereka menjadi satu dan lebih dekat.
Rachel - saat kunjungan Natal Pemuda/i GKI PNIEL Timika |
Rachel kecil pertama kali hadir di YAPEDA, belum dapat berjalan. Makanan yang dikonsumsi pun dari bubur sun/bubur saring. Hingga saat itu, saya yang baru pertama kali bergabung di YAPEDA merasa terpanggil untuk merawat dia dan kedua kakaknya. Maklum saja, YAPEDA tidak mempunyai perawat khusus. Tapi saya percaya dengan cinta kasih, saya mampu merawat mereka. Saya kemudian ditugaskan d panti asuhan bersama dengan salah seorang ibu (dan anaknya) yang bertanggungjawab mengurusi panti. Kami bertumbuh bersama, Walau saya setiap harinya diantar jemput untuk ke panti (maklum saja, saat itu saya juga sedang menempuh pendidikan D3 di salah satu kampus di Timika). Rachel saat itu membuat saya tertantang. Karena kondisi tubuhnya yang terbatas. Ia adalah salah satu korban aborsi yang gagal oleh orang tuanya. Ibunya selama mengndung meminum obat-obatan dan berusaha menggugurkan dia. Itu sebabnya dia mendapatkan cacat fisik. Setelah ia dilahirkan, ibunya pun menghilang, apalagi ayahnya tak tau dimana keberadaan mereka berdua.
Saat itu, saya sangat berpikir keras. Bagaimana bisa anak 2 tahun belum dapat berjalan, dan makanannya adalah bubur saring. Saya dibantu oleh petugas panti berjuang untuk melatih Rachel agar bisa berjalan n begitupun dengan makanan yang dikonsumsi. Dan akhirnya semua proses yang kami perjuangkan berhasil. Rachel mampu berjalan dan beradaptasi mengkonsumsi makanan yang seharusnya dikonsumsi anak seusia dia.
Perjalanan yang tidak mudah kami alamai begitupun saya secara pribadi. Rachel seringkali menangis tapi ia sesungguhnya adalah anak yang pengertian, mampu memahami perasaan orang lain. Lebih peka dan perasa. Itu sebabnya ia mudah menitihkan air mata. Walau demikian ia sangat rajin jika dimintai bantuan.
Setelah melalui banyak perkembangan hidup, mulai dari melatih berjalan, makan, dan belajar. Akhirnya tahun ini Rachel akan beranjak ke tingkat yang lebih tinggi. Yaitu masuk pendidikan sekolah menengah pertama (SMP). Saya berbincang dengannya beberapa waktu yang lalu. Kebetulan tgl. 25 Mei yang lalu kami merayakan ulang tahunnya bersama Bapak Panti (juga ulang tahun tgl. 19 Mei). Usai ulang tahun, saya bertanya padanya apa yang menarik bagi dia, untuk mendapatkan hadiah ulang tahun sekaligus hadiah kenaikan kelas. Sebuah apresiasi baginya untuk pencaaian dia dalam kehidupannya. Bagi saya dan Pater Bert (Bapak Pastor, seorang pendiri YAPEDA dan sekaligus Bapak bagi banyak anak muda dan anak2 di Panti asuhan YAPEDA) tak penting juara atau tidak. Tetapi yang lebih penting adalah menghargai sebuah proses yang dilalui dan diperjuangkan oleh anak-anak. Itu sebabnya sedapat mungkin kami memberikan dukungan bagi mereka, dan itu sebabnya Panti Asuhan YAPEDA dikemas menjadi sebuah keluarga bagi mereka. Menyambung pembicaraan saya dan Rache, Rachel hanya meminta sebuah jam tangan. Awalnya ia merekomendasikan jam tangan warna pink. Kebetulan ada 2 orang anak Panti lainnya yang juga menamatkan studi, namun mereka tamat pada tingkat SMP dan akan melanjutkan ke tingkat SMA/SMK. Saya kemudian berpikir untuk lebih baik mengajak mereka berbelanja bersama. Agar lebih jelas dan menarik bagi mereka untuk memilih sendiri apa yang mereka senangi.
Rachel - mngenakan jam tangan baru |
Pasar Sp. 2 merupakan destinasi belanja kami. Maklum saja, dana saya terbatas untuk berbelanja bagi mereka. Sehingga toko bukanlah tempat yang tepat. Memilih pasar juga adalah ide mereka. Nah ini yang paling saya senangi dari mereka. Mereka memahami bahwa saya sendiri tidak memiliki banyak uang. Sehingga mereka mencoba mencari barang yang mereka senangi tapi juga cocok dikantong. Mereka bahkan menawar barang yang mereka beli. Saya pun mencoba mendapatkan harga dibawah itu... Namanya juga usaha to....
Well, tempat yang saya sasar pertama adalah hadiah untuk Rachel, yaitu jam tangan. Setelah melihat-lihat dan berkeliling, Rachel akhirnya memutuskan jam tangan yang ia kenakan di foto. Saya pun bertanya, mengapa tidak memilih yang sedikit terlihat feminim. Katanya lebih menyenangkan yang gayanya cowok. Biar lebih keren. Entahlah, ukuran keren menurutnya adalah jam tangan model itu. Sebenarnya sebelum itu saya menawarkan beberapa model feminim, tapi dia berkata: "kan saya suka yang ini, kalau kk Chichi suka itu, kk beli saja untuk kakak. Saya tidak suka model itu". Sayapun tertawa terbahak-bahak. Dari kisah ini saya sadar sekli, bahwa seringkali kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain tanpa kita sadari. Dalam pikiran kita, kita merasa hal yang kita putuskan atau kita piluh adalah yang lebih menarik dan cocok, namun ternyata mereka berpikiran yang berbeda. Untungnya Rachel sangat tegas dengan apa yang ia inginkan, sehingga tidak mengikuti begitu saja kemauan saya.
Rachel yang dulu kecil dan kugendong, kini beranjak menjadi anak remaja. Ah, bahagia sekali aku padanya. Rachel hebat. Walau banyak hal yang perlu ia perjuangkan dalam hidupnya, setidaknya belajar dari kisah belanja itu. Saya sadar bahwa dia telah bertumbuh menjadi sosok yang lebih dari sekedar menerima apa yang diberikan ataupun disajikan. Saya berharap Rachel tetap bisa menjadi pejuang setidaknya berjuang untuk kebahagiaan dirinya. Amen.
Semoga menginspirasi ya,
Salam,