Thursday, April 30, 2020

"PARANOID & KEMATIAN OLEH COVID19"



Beberapa waktu belakangan sejak COVID19 menyita seluruh perhatian dunia. Banyak berita yang secara rutin memberitakan kematian. Entah itu datangnya dari kalangan medis maupun dari berbagai kalangan usia.


Kematian tiba-tiba menjadi musuh bersama. Ini satu hal yang juga patut disyukuri. Semua yang berseteru tiba-tiba bersimpuh meminta pengampunan Sang Kuasa. Kemudian sepakat menertibkan dan memberlakukan berbagai aturan guna menekan pertambahan kasus baru agar mengurangi atau bahkan meniadakan kematian akibat pandemic COVID19. Hal ini menimbulkan berbagai macam opini di kalangan masyarkat, mulai dari menentang aturan pemerintah karena rumah-rumah ibadat terpaksa harus membatasi aktivitasnya (bahkan umat dibatasi untuk tidak beribadah hingga waktu yang belum dapat dipastikan) sampai pada kasus penimbunan masker ataupun tingkat kriminal yang tiba-tiba mencuat karena alasan ekonomi, dan berbagai kasus lainnya.



Kekhawatirang yang ditampilkan oleh media maupun lingkungan masyarakat sempat menjadi momok yang juga mengikat ruang berpikir saya mendadak menjadi paranoid. Saya sempat gunda-gulana. Ketika tiba di Timika usai melakukan perjalanan penting yang akhirnya tertunda dan memaksa saya kembali ke kota tercinta tempat saya mengabdi dan mendulang peruntungan kehidupan.



Otak saya seketika menjadi parno (sebutan anak muda terhadap orang yang over thinking). Rasa takut melanda. Tapi sejujurnya ketakutan itu bukan disebabkan karena kematian yang akan menghampiri saya jika saa positif COVID19 melainkan takut karena terlanjur mengunjungi beberapa anak didik saya dan keluarga kakak saya. Alhasil, saya segera memutuskan diri untuk melakukan isolasi sebagai bentuk kepatuhan dan pencegahan dini dari penularan virus ini.



Puji Tuhan usai menjalankan isolasi diri yang pun waktunya saya genapkan menjadi satu bulan bukan lagi 14 hari, saya bebas tanpa gejala. Tapi tahukan anda, beberapa kali selama menjalani masa isolasi tersebut saya terlalu bereaksi berlebihan. Jika tiba-tiba dada saya nyeri, saya merasa kacau dan sebagainya, begitupun ketika badan hangat, dll. Malam dimana saya memutuskan untuk isolasi diri, saya menghubungi seluruh, teman, kenalan, sahabat dan keluarga di dunia kesehatan untuk memastikan tindakan apa yang tepat yang saya harus lakukan. Bahkan berpikir untuk melakukan test (yang ini sedikit memaksa).



Pikiran saya kacau dan kalut saat itu. Padahal sebelum melakukan perjalanan, saya sudah lebih dulu mengkantongi informasi COVID19 dari WHO dan terus meng-update-nya. Maka, ketika touring (sedikit berlebihan-hanya jalan-jalan biasa) bersama teman-teman, saya sedapat mungkin selalu mengingatkan mereka untuk senantiasa mencuci tangan dan tidak mudah menyentuh wajah (yang ini sedikit mengobral diri, bahwa saya patuh dan konsisiten terhadap sesuatu yang saya pahami). Reaksi sebagian teman pun melontarkan bahwa saya terlalu berlebihan tapi tak sedikit juga yang mengapresiasi dan berterimakasih atas tindakan preventive (pencegahan) yang saya lakukan. Saya sendiri lebih marah ketika mendapati salah satu penumpang yang brengsek. Maksud saya, di saat situasi pandemic COVID19 yang membuat panik seluruh dunia masih saja ada orang yang tidak peduli terhadap diri dan lingkungannya. Masa ia, tiba-tiba bersin di sebrang saya (kursi kami berhadapan) dengan seluruh kekuatan yang ia miliki. Untung saja saat itu saya sedang teler (mabuk perjalanan jauh) karena perjalanan ke bandara yang memakan waktu 1-11/2 jam perjalanan. Jika, tidak susah saya ajak berduel (ini terlalu berlebihan). Saya juga beruntung karena sedang rebahan dan memilih membelakangi lelaki itu. Apa pun itu saya tetap mengucap syukur, karena Tuhan masih memberikan kepekaan kepada diri saya untuk melong dan melindungi diri dan lingkungan saya. 



Belakangan, minggu lalu. Saya sedang berdoa, dan mendapatkan pertanda bahwa orang terdekat keluarga saya akan pergi meninggalkan dunia ini. Maka saya pun kemudian menaikkan doa pembebasan untuk beliau. Tak selang beberapa jam berdoa, saya mendapatkan berita via Hp bahwa yang saya doakan telah tiada. Terdengar suara tangisan yang pecah diseberang sana. Saya hanya tertegun mendengar, kemudian sedikit menarik nafas lalu memberikan rekomendasi (dengan nada yang sedikit tegas) sebagai bentuk menguatkan dirinya. Usai menghabiskan waktu selama kurang lebih 45 menita, akhirnya dirinya dapat lebih legah. Dia kemudian menarik nafas Panjang lalu meghembuskannya dan mengucapkan selamat malam untuk ku.

Menutup telpon darinya tak membuat saya bergegas tidur. Saya kemudian berpikir lebih lagi. Dalam benak saya terucap kata KEMATIAN. Kata yang karena pandemic COVID19 menjadi lebih bersahabat di telinga dan jiwa, karena sering berkumandang hamper setap saat dan hari saat membuka berita atau media sosial. Pun, beberapa waktu lalu dan malam sebelum memejamkan mata di hari itu saya mendapatkan berbagai berita yang cukup mengiris kalbu. Banyak hamba Tuhan (pastor, pendeta, suster dll) yang telah pergi usai berperang dengan virus kecil yang menggoyahkan seluruh ketenangan manusia di bumi ini. Jika ditelusuri lebih dalam, mereka bukanlah orang-orang yang sarat akan kejahatan, walau tentu tak luput dari dosa. Namun setidaknya mereka lebih baik dari pembunuh dan pemerkosa. Namun, Tuhan telah menutup kisah mereka dengan pandemic ini. Ups, apakah itu panggilan Tuhan saya pun tak tahu. Saya rasa ini menjadi misteri buat Beliau sebagai pencipta, apalagi kita.

Semakin lama, pikiran ini kemudian bergejolak. Ada apa sesungguhnya dengan dunia ini? Bahkan di beberapa kesempatan saya di chating oleh berbagai pihak/orang untuk menanyakan pendapat saya tentang hal ini. Saya pun menyampaikan apa yang dapat saya sampaikan dan berusaha untuk tidak menebarkan ketakutan, tetapi meninggalkan kesan peduli dan waspada baik terhadap diri dan lingkungan.

Atau tiba-tiba ada teman yang curhat bahwa lumbung di dapur mulai kosong. Apa yang kemudian harus ia datangkan dengan situasi seperti ini. Yah sama saja seperti saya sih. Namun, berbagai orang memiliki pilihan masing-masing untuk mencari jalan keluar. Tiba-tiba uang dan kematian menjadi pemandu utama untuk kemudian memutuskan kualitas hidup. Pilih uang atau keselamatan. Padahal keduanya juga dapat memberi dilema yang sama.  Sama seperti memutuskan mana yang lebih dulu ada di dunia ini, telur atau ayam. hahaha,....

Mengapa tiba-tiba pandemic COVID 19 menjadi trend utama? Yah, karena ia mendatangkan kematian seketika. Bahkan kematian akibat dirinya tak dapat disaksikan oleh sanak-saudara dan keluarga/kolega/….. Semua menjadi panic. Tak sedikit kemudian menjadi paranoid. Tiba-tiba muncul Analisa berlebihan dengan berbagai spekulasi kehidupan.

Namun, apapun itu, saya hanya mau berbagi bahwa lakukan segala sesuatu sesuai takarannya. Jangan lebih maupun kurang. Karena semua yang lebih dan kurang selalu berdampak buruk. Sama seperti perkataan yang dapat mengurangi makna jika dikurangi paket kalimatnya. Atau bahkan menjadi masalah ketika ditambah.

Kematian sejatinya merupakan misteri Ilahi. Namun, setiap orang tentu berharap meninggal dengan sukacita dan bahagia. Kalau demikian, sudah kah anda bersiap terhadap kematian diri andaatau kematian mereka yang anda cintai? Untuk membantu hal ini, saya memiliki beberapa pertanyaan refleksi yang semoga dapat membantu diri anda untuk lebih siap menghadapi kenyataan ini.

Pertama, ikhlaskan mereka yang anda cintai pergi dalam damai, doakanlah agar jalannya terasa ringan. Maka, berusahalan memberi kepada mereka dibandingkan harus menyusahkan mereka dengan berbagai persoalan hidup, apalagi masalah uang.
Kedua, cintailah diri anda seendiri secara bijaksana. Agar ketika kematian menghampiri anda tak di cap sebagai pembuat onar karena egois dan atau serakah, atau label negatif lainnya. Namun, justru kebaikan dan cinta serta kepedulian anada akan dikenang menjadi sosok yang perlu dicontohi. Jika demikian, maka secara otomatis anda mengantongi banyak doa dan sukacita yang menghantar kepergian diri anda ke tempat peristirahatan terakhir.

Akhir kata, apapun yang terjadi tetaplah mengandalkan keyakinan mu pada Sang Kuasa, namun juga mintalah Hikmad kepada-Nya.

Salam sukses,
Salam Peduli,

Nilai Seseorang!

Apa itu nilai seseorang? Sulit mengatakan bahwa seesorang itu penting, namun juga sulit mengatakan bahwa mereka juga tidak penting. Seberap...