Hari itu, tak ada yang istimewa dari hari yang ku jalani. Yah, rasanya masih saja tetap sama dengan hari-hari sebelumnya. Cukup menguras waktu dan energi, karena di tempat yang baru ini, saya sedang berusaha menyemangati diri sendiri untuk kembali meluangkan waktu. Waktu yang dituangkan pun diberikan untuk mengapresiasikan diri. Bahwa, penting sekali menambah potensi diri, jika merasa masih kurang dari standard yang ingin dicapai.
Siang itu, saat usai menyelesaikan sesi perdebatan dengan rekan-rekan perjuangan dan tutor di istana pendidikan. Saya kemudian memilih untuk bergegas lebih dulu dari mereka, maklum saja kampung tengah (perut) tak dapat ku ajak kompromi. Ia telah melilit sejak awal kelas di mulai. Walau telah ku perjuangkan menaklukkannya. Yah, bukan hendak ingin cari penyakit. Tapi lebih kepada takut kehilangan penjelasan terpenting dari mutiara-mutiara informasi yang sedang disampaikan.
Dalam perjalanan menuju benteng di mana aku tinggal, lorong yang kulalui itu tampak gelap. Yah, hanya sedikit caya mentari yang menembus lantai dasar tanah yang kutapaki itu. Aku melewatinya. Ukurannya tak lebih panjang dari 200 meter. Lebarnya pun hanya mampu kulalui tanpa harus ada yang mendampingi. Kebayangkan seperti apa ukurannya? Namun, ketinggiannya, tak usah dipertanyakan. Karena sesungguhnya dua bangunan yang menghimpit itu adalah dua bangunan tempat usaha penduduk disekitar. Maklum saja, rumah-rumah dan bangunan yang ada disekitaran sini, lebih laku untuk dijadikan rumah kost atau penginapan dibandingkan usaha lain. Karena selalu diburu oleh berbagai masyarakat dari luar daerah ini yang berbondong-bondong datang untuk menaklukkan diri mereka pada kemajuan global saat ini, termasuk saya' hahaha....
Saat itu ada yang menarik mataku untuk mengambil HP (handphone) yang kuletakkan pada saku tas. Aku tak yakin, apakah aku harus memotretnya. Apakah ia pun menginginkannya ataukah tidak. Dia adalah pisang. Serumpun pisang yang ditelantarkan di tempat sampah. Aku cukup terkejut, karena bagiku tak semua pisang itu rusak. Dan menurutku justru tidak rusak, hanya beberapa diantaranya yang terlihat kelebihan matang.
Mungkin kalian berpikir untuk apa aku membahas pisang ini. Yah, untuk buah yang satu ini selalu menjadi buruan faforit ku pribadi untuk mengolahnya menjadi cemilan dahsayat. Aku lebih suka menyulapnya menjadi "banana cake" dibandingkan menjadi kue lainnya. Bagiku itu cukup menggoyang lidahku dan sahabat-sahabat disekitarku. Atau justru ketika kekurangan dana, itu dapat kujadikan sebagai alat penghasil uang. hahahaha....
Terkadang hidup kita, seperti pemilik buah pisang itu. Memiliki sesuatu yang menjadi kelebihan, tetapi tidak digunakan semaksimal mungkin. Kita justru memilih membuangnya begitu saja. Tanpa melihat dan menyingkirkan yang busuk atau yang sudah tidak berguna lagi dan memanfaatkan yang masih bernilai.
Terkadang kita sendiri, tidak menyadari potensi yang ada pada diri kita. Kita terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Hingga kita lupa melihat siapa diri kita sesungguhnya. Apa yang ingin kita capai. Apa yang sungguh-sungguh kuta inginkan. Kita lupa melihat, bahwa ada hal positif yang kita miliki, selalin sisi negatif. Atau, terkadang karena terlalu sibuk membicarakan orang dan memprotes kebaikan atau kenyamanan orang lain, kita lupa membenahi diri, sehingga kita melewatkan waktu-waktu yang produktif. Yang dapat kita ciptkaan untuk menjadikan diri kita bernilai. Dan justru menggiring kita pada lingkaran dosa.
Tahukah kita, bahwa setiap dari kita memiliki keunikan tersendiri. Saya memaknainya bahwa, kita yang terlahir adalah orang-orang pilihan Tuhan. Mengapa kita mau memilih menciptakan kubur atas hidup kita sendiri? Bagaimana kita membangun kubur itu? Yah, melalui tindakan kita sehari-hari. Tak ada gunanya meratapi kekurangan dan kegagalan. Betul bahwa ratapan itu penting, tapi tidak untuk berlarut. Istilahnya seperti evaluasi dalam sebuah program. Ratapan itu hanya menjadi bagian kita membenahi diri bersama Tuhan. Agar kita mengingat bahwa kesalahan itu dapat dibenahi dan diperbaiki. Tinggal tergantung pada diri kita sendiri, maukah kita jujur untuk menerima diri kita sendiri ataukah tidak. Tak ada gunanya mencibir orang lain atas kesuksesan mereka atau bahkan kegagalan mereka. Kita bukanlah Tuhan yang berhak memutuskan apakah mereka sempurna atau tidak. Tugas kita adalah memanfaatkan setiap peluang yang ada dalam hidup kita untuk lebih maksimal. Maukah kita hidup dalam lorong panjang penyesalan? Tentu tidak bukan, justru itu berbuatlah sesuatu untuk mengapresiasikan diri terhadap apa yang kita miliki.
Pertama, kenali dulu siapa dirimu. Kedua, tingkatkan semua potentsi diri, manfaatkan setiap kekurangan menjadi moment untuk memotivasi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kehari. Ketiga, berhentilah menggerutu dan membandingkan diri dengan orang lain atau menganggap diri rendah. Hilangkan pemikiran bahwa "kamu tidak mampu". Mulailah aksi mewujudkan mimpimu. Buat perencanaan yang matang akan apa yang ingin kamu capai ditahun ini, dan bertindaklah melakukannya. Keempat, bersyukurlah dan beri dirimu penghargaan sekecil apappun pencapaian yang kamu dapatkan. Kelima, ketika gagal tak perlu kamu panik. Kamu hanya butuh waktu untuk mengevaluasi kenapa kegagalan itu tercipta, lalu benahilah dirimu. Terakhir, teruslah melakukan kebaikan setiap hari. Dimulai dari hal kecil, yaitu beri sapaan kepada orang yang kamu jumpai. Tantang diri kamu untuk selalu melakukan kebaikan. Dah akhirnya semoga kamu bahagia dengan apa adanya dirimu.
Semoga refleksi hidup dari buah pisang ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Salam,