Kemarin hari begitu sedih, tertutup keceriaannya dengan kepulan awan hitam. Sama seperti Arin yang tertunduk kaku pada luapan kata yang dicerca oleh salah satu keluarga yang mengidolakan dirinya. Ia masih saja merenungkan kata demi kata yang membuatnya menelisik pribadinya sendiri. Apa yang salah dengannya? Ah, mungkin saja ia terlalu baik membalas senyum kepada ia yang sekilas berpapasan dengannya.
Arin memang gadis bersahaja yang senang bersahabat dan bergaul tanpa ada batas, kecuali melampaui akidah agama. Dirinya lebih senang membuka cakrawala persahabatan yang baginya menambah pengetahuan dan relasi.
Kali ini, Arin sungguh terperangkap pada kebaikan yang dia bangun. Dia berpikir keras, tentang semua gerak-gerik, langkah, tutur dan perbuatannya. Setelah memakan waktu beberapa saat, dia akhirnya berada pada satu kesimpulan akhir. Bahwa berperilaku baik pada siapa saja tanpa memilah-milah memang baik adanya, namun tak dapat selalu memberi senyum kepada setiap insan apalagi lawan jenis. Karena dengan demikian, interpretasi dari sikap yang dilakukan justru dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Arin pun tersenyum. Suara riuh yang melengking kemudian memecah senyumnya. Ganti gayamu Rin! Sahut sahabatnya yang sedari tadi mencoba mencari posisi terbaik untuk sesi pemotretan di sore itu... Arin pun melanjutkan aksinya bak selebgram papan atas...
Dalam hatinya dia berkata: "ternyata senyumanku dapat menjadi bumerang bagi diri ku sendiri"