Ia adalah salah satu adik sekaligus anak bimbinganku.
Tiga hari yang lalu ia datang ke tempatku, awalnya aku hanya berpikir kunjungan yang biasa. Tapi, siapa sangka jika Tuhan mengantarkan dia kepadaku, karena ternyata dirinya tengah menghadapi masalah besar dalam hidupnya.
Ia anak yang ganteng, baik, pintar dan smart. Aku menyapanya sepertia biasa, aku menyapa anak2 yang selalu kurindukan, menanyakan kabar dan keadaannya.
Awalnya semua berjalan dengan lancar, tapi ia tidak berani menatapku seperti biasanya. Sesekali dalam perbincangan kami, ia terus menerus menundukkan kepala dan melontarkan sedikit demi sedikit kata-kata kesedihan dan masalah yang tengah ia hadapi.
Aku pun menyambutnya, menggali setiap kata-kata yang ia lontarkan, tentunya juga sambil memperhatikan mimik wajahnya.
Merasakan semua kekecewaan, kepedihan dan keluh kesahnya dalam kehidupan, tepatnya dalam masalah pribadi yang ia hadapi.
Sungguh, bukan hal yang mudah, karena aku harus membangkitkan kepercayaan dirinya dan motivasi hidupnya. Kami bergelut dalam waktu sekitar tiga jam lebih. Selama itu aku berusaha, meyakinkan dirinya untuk "Berdamai dengan Keangkuhan Dirinya Sendri".
Bukan hal yang mudah, namun kepercayaannya padaku membuat semuanya jadi lebih muda.
Aku mengatakan padanya bahwa keputusannya untuk melanjutkan sekolah dengan cara menaruh diri diposisi yang terkebelakang dan tidak mau mengejar pendidikan adalah hal yang sangat2 salah. Bahwa, kekecewaannya pada orang tuanya, tidak membenarkan dia untuk memilih jalan yang salah. Karena itu hanya akan membuat dia terpuruk. Karena sesungguhnya, dia yang menjalani hidup ini, dia yang berhak memutuskan perjalanan hidupnya, dia yang akan merasakan kepahitan maupun manisnya perjalanan yang ia lalui dan bukan orang tuanya.
Aku mengatakan pada dia, jika ayahmu telah memutuskan pergi meninggalkan kalian, itu pasti ada alasan. Apalagi kondisi terakhir keluarganya berantakkan sebelum ayahnya pergi meninggalkan mereka. Namun, kukatakan padanya dan kuteggaskan bahwa itu adalah urusan orang tua, dan jangan tanyakan mengapa dan kenapa. Aku tahu bahwa dia terpukul dengan situasi itu., dan ku katakan sekali lagi padanya bahwa; Jika, kau telah kehilangan ayahmu tanpa alasan yang jelas, maka jagalah apa yang engkau miliki saat ini, yaitu ibu dan adik2mu. Kau adalah anak tertua, maka secara otomatis kau sebagai pelindung keluarga ketika ayahmu tidak lagi bersama dengan kalian. Aku, terus menerus memacu dia dengan semua ungkapan, perhatian dan contoh2 kehidupan.
Terakhir pembicaraan kami, kukatakan pada dia; Kau harus pulang malam ini ke rumahmu, (Jangan lagi, bermalam di rumah teman atau semacamnya). Pulanglah kerumahmu, karena saat ini ibumu terluka dan dia membutuhkan dirimu. Katakan padanya bahwa kau menyayangi dan mencintainya. Bahwa kau ingin berjuang bersama dia.
Akhirnya dia bersedia, namun menutup pembicaraan kami, kukatakan padanya agar esok kembali lagi padaku dan mengatakan/menceritakan apa yang telah ia bicarakan bersama ibunya.
Bersambung............................
No comments:
Post a Comment
Berikan ide kreatif anda. Trimakasih, Tuhan Berkati.