Untuk setiap moment tentu ada kisah. Sebagaimana kisahku dengan wanita ini.
Mengawali karir di dunia LSM sejak tahun 2008, membawaku mengenal banyak pribadi muda yang bersahaja dengan karakteristik kepribadian mereka yang unik-unik. Kisah mereka pun memiliki latar belakang berbeda dengan berbagai warna yang menghiasi perjalanan hidupku.
Aku dan Tyas (nama sapaan wanita berkerudung disebelah ku -pada foto) saling mengenal sejak ia berada di semester awal kelas 2 SMA. Perjumpaan kami dimulai sejak dia mengikuti salah satu program edukasi yang diselenggarakan oleh LSM tempat ku bekerja di kala itu. Program Pelatihan Penyuluh Sebaya (PPS) HIV/AIDS Kabupaten Mimika untuk tingkatkan SMA/SMK sederajat. Kebetulan saat itu aku menjabat sebagai manager keuangan LSM tersebut sekaligus sebagai leader di organisasi muda PILA. Organisasi muda/I yang mendukung setiap aksi sosial LSM tersebut, sekaligus menjadi wadah organisasi bagi setiap anak muda yang dilatih menjadi penyuluh.
Kesan pertama bagi ku, Tyas adalah anak yang memiliki kharisma. Dia pintar, berani dan cerdas. Walau dibagian tertentu dia butuh bantuan ekstra. Namun, menemukan dirinya yang sepaket luar biasa ini tentu bukan didapatkan tanpa sebuah proses. Saya ingat pernah ada satu momen dimana saya sangat keras pada dia dan kedua orangtuanya.
Kala itu ada kegiatan besar yang diselenggarakan oleh PILA. Panitia penyelenggara nya adalah seluruh siswa/I SMP & SMA/K yang telah di latih menjadi penyuluh dan resmi menjadi anggota PILA.
Kegiatan yang dimaksud adalah Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) Kabupaten Mimika. Kegiatan yang melibatkan berbagai stakeholder dari pemerintahan, swasta hingga komunitas anak muda dan tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Persiapan yang dirancang sempurna itu memberikan hasil yang luar biasa membekas indah bagi semua yang hadir. Bahkan teman-teman +HIV terlibat dan ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Sayangnya sebagai sebuah organisasi penyelenggara maka setiap anggota yang terlibat dalam kegiatan tersebut wajib menjalankan tugasnya. Artinya semua peralatan, perlengkapan hingga kebersihan tempat menjadi tanggung jawab tim. Dengan demikian panitia yang tergabung di dalamnya wajib pulang ketika semua telah usai dan beres. Sebagai penanggung jawab anak-anak, diriku dan pihak yayasan berkomitmen untuk mengantarkan panitia (anggota PILA) ke rumah masing-masing. Terutama mereka yang perempuan menjadi prioritas utama (maklum saja, mereka masih anak sekolah). Ketika mengantarkan mereka tak ada satu pun orang tua yang protes. Mungkin sedikit garing (terlihat pada raut wajah, dan sikap mereka) namun ketika kami berbicara dan berdiskusi kepada para orang tua, mereka pun akhirnya mengerti, memahami dan kemudian menyambut kami dengan baik. Hal ini berbanding terbalik dengan orang tua Tyas. Kami bahkan dibiarkan berdiri tanpa memberikan sedikit penjelasan. Saat itu hari sudah larut, ya sekitar 11.30 malam. Kami paham orang tua Tyas cemas, tapi dengan tidak memberikan kami kesempatan sedikit pun, membuat kami mulai tidak nyaman. Terutama diriku. Saat itu, aku sangat marah dan sempat emosi (maklum saja usia ku saat itu sekitar 23-24 tahun, jadi ego nya pun belum stabil). Jadi, saat itu, di waktu yang sama, aku memutuskan agar Tyas di non-aktifkan dari semua kegiatan organisasi, sampai saat dimana dia dapat meyakinkan orang tuanya untuk kembali aktif kegiatan. Dan, situasi ini terjadi hingga satu tahun.
Tyas kemudian kembali mengajukan dirinya untuk aktif di PILA. Tentu saja, saya tidak langsung menolak atau pun menyetujui permohonan tersebut. Saya mengambil waktu untuk melakukan observasi skala kecil, guna membuktikan apakah benar bahwa Tyas telah mengantongi kepercayaan orang tuanya dan di berikan ijin untuk dapat kembali aktif dalam organisasi. Setelah memakan waktu beberapa hari, akhirnya saya kembali memberikan kesempatan kepada Tyas. Karena semua yang diutarakan terbukti. Jadi, tidak ada alasan bagi saya untuk tidak memberikan kesempatan kepada nya.
Hari berganti hari, waktu pun berlalu. Hampir setiap hari kami menghabiskan waktu bersama untuk kegiatan organisasi. Saya mendampingi Tyas dan menjadi saksi bagaimana dia bertumbuh dan berkembang menadi wanita bersahaja. Bakat-bakat terpendam nya mulai nampak, mulai dari menjadi MC, koordinator kegiatan, pembaca puisi, bendahara hingga berbagai posisi organisasi ataupun kegiatan telah menjadi santapan pengembangan dirinya.
Lepas dari pendidikan sekolah dia kembali mengajukan diri sebagai karyawan yayasan. Tanpa berpikir panjang, saya kemudian merekomendasikan dirinya untuk diterima di yayasan. Ini bukan karena masalah orang dalam. Tetapi, secara pribadi dia telah membuktikan kepiawaiannya selama berorganisasi. Bahwa, semua tanggungjawab dan dedikasinya di organisasi membuktikan bahwa dirinya mampu. Hal ini tentu di dukung dari beberapa keahlian yang dia miliki, seperti keahlian administrasi dan kreativitas yang melekat padanya.
Saya sendiri tentu tidak ingin mengambil resiko menempatkan seseorang yang tidak se visi-misi dengan tim saya.
Dengan posisi baru tersebut, maka secara otomatis hubungan kami semakin erat. Bahkan ketika dirinya ingin memutuskan menikah. Dia tak segan meminta pendapat dan memperkenalkan pasangannya di kala itu (kini telah menjadi suaminya). Entah mengapa, saya sendiri secara pribadi selalu di percaya oleh anak-anak yang saya dampingi untuk melihat sosok yang dekat dengan mereka bahkan banyak hal lainnya. Kata mereka saya memiliki insting dan intuisi yang tinggi. Dan yah, Puji Tuhan semua selalu terbukti. Bagi saya, semua itu terjadi hanya karena ijin Yang Kuasa.
Kembali lagi pada fokus cerita.
Singkatnya, setelah berjumpa saya katakan padanya bahwa pria itu cocok dengannya. Bahwa mereka pantas untuk saling memantaskan diri satu sama lain. Dengan keyakinan yang dia miliki dan tentu melalui beberapa proses perjalanan kisah mereka. Akhirnya, Tyas melabuhkan hatinya pada pria yang diperkenalkan nya padaku, yang kini menjadi suaminya. Kini mereka telah memiliki 1 anak perempuan, dan segera dalam hitungan waktu ke depan akan memiliki anak ke-2, amin.
Perjalan yang panjang itu membuat kami sangat dekat dan intim satu sama lain. Kedekatan ini bukan hanya terjadi diantara kami, tapi juga dengan keluarga kami. Dia mengenal keluarga saya, begitupun saya sebaliknya. Hubungan yang awalnya didasari dari peristiwa kekerasan hati antar saya dan orang tuanya justru membuahkan kedekatan hubungan sahabat rasa saudara kandung. Bahkan ketika berkunjung ke rumahnya saya tak sungkan untuk pergi ke dapur mencari makanan yang tersedia di meja atau sekedar meminta untuk dimasakkan. Semua makanan yang dimasak olehnya selalu saya gemari. Apalagi rendang jengkol, sambal goreng Pete, perkedel jagung dan cah sawi. Ya ampun, sambil mengetik ini pun imajinasi saya melayang hingga membuat keinginan saya menggebu-gebu untuk mencicipi hidangan nya.
Banyak proses hidupnya melibatkan saya. Dan saya sangat bahagia sekali, walaupun sekarang kami memiliki kesibukan masing-masing, tapi saya percaya dan yakin bahwa kami selalu saling mendoakan dan mendukung satu sama lain.
Terimakasih dek telah menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam proses hidup saya. Saya bahagia memiliki kamu dan dicintai oleh mu. Doa kakak selalu menyertai mu dan keluarga dan selamat menanti kelahiran anak ke-2. Amen. Salam sayang,