Ada apa dengan
pribadi kita, sesekali tersulut emosi laksana bara api dan mentari yang
membakar tubuh dan jiwa kita. Lalu sesekali redup dengan deraian hujan dan
angin yang membasahi raga kita laksana jiwa yang gersang dan haus akan dahaga
hidup. Kehidupan apa yang kita impikan, ketika jiwa terbakar emosi dan mengusai akal
sehat kita, hingga nalar dan logika dapat dikalahkan. Hingga tak ada tempat
untuk kasih sayang dan damai.
Kehidupan apa yang
kita impikan, ketika kata-kata yang kita ucapkan baik secara tersirat dan
tersurat menyulutkan jiwa profokasi yang siap mengadu domba siapa saja. Bahkan
untuk mencapai keinginan yang penuh dengan ambisi dan keangkuhan kita lupa
menempatkan damau dan sukacita terhadap sesama.
Kehidupan apa yang
kita impikan ketika keserakahan mengundang kita untuk bertindak curang dengan
situasi yang menguntungkan, lalu dengan seenaknya kita dapat melemparkan
kesalahan kepada pihak lain yang secara sengaja telah kita buat.
Kehidupan apa yang
kita impikan ketika tindakan kita tak sesuai dengan kata-kata yang kita
ucapkan. Ketika pribadi kita memberikan inspirasi kepada jiwa muda untuk
bertindak yang brutal dan kriminal. Apa yang kita nantikan dengan
praktik-prakti politik yang tidak sehat.
Kehidupan apa yang
kita impikan ketika kebenaran telah kita ubah menjadi paket yang bersalah, dan
kesalahan serta kebohongan yang secara sengaja dan tidak sengaja kita ciptakan
telah kita kemas menjadi suatu kebenaran.
Apa yang kita impikan dari kehidupan yang dengan sengaja telah kita bentuk untuk melawan setiap kritik yang baik terhadap diri kita, tetapi karena keangkuhan dan keegoisan kita menyulutkan jiwa untuk melenyapkan kritik yang baik itu, karena kita lebih memilih untuk diterima dari pada menerima sesuatu yang lebih baik. Karena kita lebih merasa terhina dan terancam ketika kebaikan menyapa kita.
Apa yang kita impikan dari kehidupan yang dengan sengaja telah kita bentuk untuk melawan setiap kritik yang baik terhadap diri kita, tetapi karena keangkuhan dan keegoisan kita menyulutkan jiwa untuk melenyapkan kritik yang baik itu, karena kita lebih memilih untuk diterima dari pada menerima sesuatu yang lebih baik. Karena kita lebih merasa terhina dan terancam ketika kebaikan menyapa kita.
Kehidupan apa yang
kita impikan, ketika kita lebih memilih egoisme, ambisi, kemunafikan dan
keserakahan dalam kehidupan yang kita ciptakan sendiri. Kita bisa saja
menyangsikan bahwa itu adalah hak saya untuk bertindak menjadi pribadi yang
kuat dan tidak mudah diremehkan, tetapi pernahkah kita memberikan sedikit waktu
dan ruang bagi jiwa kita untuk merefleksikan diri kita, pribadi apakah kita
ini? Ataukah kita terlalu angkuh terhadap diri kita sendiri, bahkan kita
sendiri rela berkorban menipu diri kita bahwa kita adalah sosok yang benar dan
semua orang yang menentang kita adalah pribadi yang salah dan bodoh yang tidak
lebih dari hama dan benalu dalam kehidupan kita. Sepicik itukah pikiran kita,
atau kebaikan apakah yang telah kita lakukan sepanjang nafas kita berhembus.
Jika sulit untuk berbagi terhadap orang lain, lihatlah penguasa alam ini, telah
adilkah kita kepada alam ini? Hingga kita berpose dan menikmati dia, tanpa kita
membalas nikmat yang telah kita ambil darinya. Ataukah kita sangat sibuk
membuat kebahagiaan kita sendiri dengan menebang pohon-pohon yang ada tanpa
memperhitungkan ekosistem alam? Seperti pepatah bijak “jangan tanyakan apa yang
negri ini atau alam ini atau oragnanisasi ini telah berikan kepadaku, tapi
tanyakanlah apa yang telah kuberikan padanya”
Salam,
No comments:
Post a Comment
Berikan ide kreatif anda. Trimakasih, Tuhan Berkati.